Jumat, 20 September 2024

Terinspirasi ADHD, Mahasiswi DFT UK Petra Surabaya Desain Baju Bertajuk 'Temu Hati'

Diunggah pada : 21 Agustus 2024 15:57:26 70
Mahasiswi semester akhir program DFT UK Petra Surabaya, Gladys Christabel Anggomez bersama model yang memakai desain karya bajunya bertajuk 'Temu Hati'. Foto : Vivin

Jatim Newsroom  - Gangguan mental berupa perilaku impulsif dan hiperaktif yang disebut Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) menjadikan inspirasi seorang desainer muda sekaligus mahasiswi semester akhir program Textile and Fashion Design (DFT) Universitas Kristen (UK) Petra Surabaya atau Petra Christian University (PCU) bernama Gladys Christabel Anggomez dalam membuat karya bajunya. Karya desain busananya yang berjudul 'Temu Hati' itu, disimbolkan sebagai pencarian jati diri.

Desain Gladys ini, menjadi salah satu desain yang dipamerkan dalam gelaran peragaan busana PCU Innofashion Show bertajuk 'Evolve', di Gedung Q, Kampus UK Petra Surabaya. Dalam keterangannya, yang dikonfirmasi Rabu (21/8/2024) Gladys menyampaikan, karya desain busana berjudul 'Temu Hati' yang disimbolkan sebagai pencarian jati diri itu didesain berupa seperti rompi dan jas berwarna biru.

Dijelaskannya, setiap motif menggambarkan perjalanan untuk menemukan jati diri, Ia terinspirasi dari kisah beberapa perempuan Indonesia yang didiagnosa gangguan ADHD. “Diagnosa ini jadi kunci yang membukakan jalan bagi mereka menuju self-acceptance dan kedamaian yang sesungguhnya dengan diri sendiri,” jelas Gladys.

Lewat karya ini, Gladys ingin menunjukkan pentingnya mental health awareness dan diagnosa terhadap kualitas hidup seseorang. Ia juga menerapkan konsep sensory friendly, dengan menggunakan bahan yang ramah indera. Seperti penggunaan kain yang lembut dan dingin, mengurangi ekspos jahitan, dan penyediaan kantong yang luas.

"Saat proses riset, sebenarnya saya juga sempat ragu, karena ini kan tugas akhir dan saya pun tahu proses pengerjaannya akan memakan waktu yang lama. Maka, saya ingin mengangkat sesuatu yang benar-benar saya suka. Tiga hal yang saya sukai, pertama tentu saja fashion, kedua psikologi, dan ketiga storytelling," ungkap Gladys.

Dari situ, Gladys pun mulai berpikir caranya menggabungkan tiga esensi kesukaannya itu di koleksi desainnya. "Karena saya sendiri melalui media sosial itu sangat suka dengan topik psikologi, sehingga tidak sengaja berpapasan dengan konten mengenai ADHD, dan bagi saya sangat menarik. Lalu saya pun memutuskan membuat desain baju ini terinspirasi dari ADHD," jelas Gladys.
 
Karena menurut Gladys, di Indonesia belum banyak sumber yang tepat untuk ADHD, Ia memutuskan mewawancarai lima wanita Indonesia yang mengalami ADHD. Sehingga,Ia menemukan bahwa empat dari lima responden mengalami sensitivitas yang tertinggi terhadap hal-hal tertentu terkhusus terhadap pakaian seperti, tidak nyaman terhadap tekstur kain, jahitan, dan label baju.
 
"Oleh karena itulah saya mencari solusi atas permasalahan ini dan menemukan mengenai konsep sensory friendly," tukas Gladys.

"Melalui wawancara yang saya lakukan, saya juga mendapatkan saran dan ide akan komponen penting yang lalu dimasukkan ke dalam koleksi ini. Beberapa diantaranya yaitu responden bercerita bahwa mereka seringkali ketika sedang gugup secara tidak sadar menunjukkan perasaan itu melalui tangan mereka," sambung Gladys.

Maka dari itu, Gladys mengatakan, untuk penambahan kantong menjadi krusial agar membantu responden dalam menyembunyikan dan mengontrol reaksi tersebut. "Serta untuk membantu fokus ketika bekerja beberapa responden sendiri membutuhkan media untuk dipegang atau dimainkan, maka dari itu saya menambahkan tali pada beberapa looks," ujar Gladys.

Gladys mengungkapkan, warna yang Ia gunakan dalam desain bajunya adalah warna biru. Hal tersebut karena warna biru adalah warna paling favorit di Indonesia, (berdasarkan pada survei YouGov pada tahun 2015).

"Dan juga warna biru sendiri itu merupakan warna aman yang dimana bila seringkali dikaitkan dengan psikologi warna biru sering kali dikaitkan suatu area yang menggabarkan suatu area yang tenang, seperti air laut, dan langit. Dan untuk kainnya bahannya saya memilih kain satin yang lembut supaya nyaman dipakai," ungkapnya.

Karena para penderita ADHD itu juga seringkali tidak nyaman terhadap jahitan, Gladys menerangkan, untuk jahitannya, dibuat senyaman mungkin ketika dikenakan.

"Saya melihat ada riset di Amerika yang mengatakan bahwa mereka yang memakai baju yang sensory friendly itu juga kan secara tidak langsung mengurangi ketidaknyamanan mereka. Dan juga mengurangi resiko mereka itu jadi, mental meltdown atau overload," terang Gladys.

Sehingga, melalui desain bajunya ini, Gladys berharap, setidaknya dapat membantu mereka yang memiliki hipersensitivitas terhadap pakaian tetap dapat nyaman melakukan aktivitas sehari-hari tanpa mengorbankan gaya. Dan semoga koleksi ini dapat membawa awareness atau kesadaran di Indonesia, bahwa mental health itu penting.

Desain baju karya Gladys Christabel Anggomez bertajuk 'Temu Hati'. Foto : Instagram @poeticlouds_


"Kesahatan mental itu penting, karena bisa mengubah hidup seseorang dengan ini. Apalagi gejalanya seringkali dipandang sebelah mata, padahal setiap orang yang mengalami hal ini saya yakin juga seringkali menghukum diri sendiri atas kondisi yang mereka miliki, maka dari itu saya juga mengharapkan melalui dunia fashion semoga bisa menyampaikan pesan ini lebih luas lagi," harap Gladys.

Terkait motif, Gladys menjelaskan, pemilihan motif khusus dipilih yang memang sesuai dengan konsep dan judul desain yang Ia buat.

"Sebenarnya setiap model baju yang lain nanti itu juga ada motif yang berbeda. Jadi ada empat part, dalam konsep saya ini, ada hilang, mencari, temu, dan hati, semuanya tergabung dalam satu konsep berjudul 'Temu Hati', yang mana menceritakan perjalanan seorang wanita dalam mencari bagian yang hilang dari dirinya," jelas Gladys.

Gladys menuturkan, baju yang Ia desain berupa pakaian yang siap pakai untuk aktivitas sehari-hari atau dikenal dengan istilah ready to wear, yang juga dapat dipakai untuk bekerja. Salah dua diantaranya berupa vest dan outer.


"Vest seperti rompi, karena dia kan tidak ada lengannya. Kalau kayak outer kan dia ada lengannya. Nah sebenarnya motif mencari itu ada dua jenis pakaian. Yang satu itu outer, yang satu ini vest ini. Nah ini long vest jadi bisa di styling dengan dress, bisa di styling juga dengan celana dan segala macam," tuturnya.


Dengan desain bajunya ini, Gladys berharap bisa timbul kesadaran akan jenis pakaian sensory friendly di Indonesia.

"Karena setelah saya research belum ada ya di Indonesia pakaian seperti itu. Nah dan juga saya memang berniat untuk melanjutkan dan mengkomersilkan koleksi ini melalui brand saya POETIC CLOUDS. Dan ya harapannya sih bisa membantu banyak orang yang memiliki ketidaknyamanan dengan pakaiannya sendiri supaya bisa lebih percaya diri. Dan akhirnya bergerak untuk mencari jati dirinya sendiri, maka dari itu nantikan koleksi ini melalui Instagram @poeticlouds_ ya!," pungkasnya. (vin/hjr)

#Universitas Kristen Petra Surabaya #UK Petra Surabaya #Petra Christian University #PCU