Kamis, 2 Mei 2024

Kemenkes RI Sampaikan Tiga Strategi Komunikasi dalam Pengendalian Konsumsi Tembakau

Diunggah pada : 13 April 2023 17:57:43 295
Project Management Officer Direktorat Promosi Kesehatan (Promkes) dan Pemberdayaan Masyarakat Kemenkes RI, Sakri Sabatmadja saat menjadi pembicara dalam webinar bertajuk ‘Akselerasi Pengendalian Konsumsi Tembakau Melalui Pembatasan Iklan Promosi dan Sponsorship’, pada Kamis (13/4/2023).

Jatim Newsroom – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) punya tiga strategi komunikasi dalam pengendalian konsumsi tembakau. Hal itu disampaikan Project Management Officer Direktorat Promosi Kesehatan (Promkes) dan Pemberdayaan Masyarakat Kemenkes RI, Sakri Sabatmadja saat menjadi pembicara dalam webinar bertajuk ‘Akselerasi Pengendalian Konsumsi Tembakau Melalui Pembatasan Iklan Promosi dan Sponsorship’, yang digelar secara daring pada Kamis (13/4/2023).

“Strategi yang dapat dilakukan nanti ada tiga, pertama adalah melakukan kampanye publik, kedua meningkatkan peran serta masyarakat, dan ketiga melakukan advokasi pemangku kepentingan,” kata Sakri.

Untuk strategi kampanye publik, Sakri menjelaskan, strategi ini menyasar pada media sosial maupun media penyiaran atau media online dan juga penggerakan masyarakat. “Penggerakan masyarakat inilah yang menjadi prioritas bagi Kementerian Kesehatan karena hal ini akan membuahkan perilaku sosial  yang semakin kuat nanti,” jelasnya.

Selanjutnya, untuk strategi kedua yakni meningkatkan peran serta masyarakat, Sakri menyebutkan ada tiga metode yang digunakan yaitu pendekatan kultur, figur, dan struktur.

“Pendekatan kultur ini melalui budaya karena masyarakat paling dekat dengan budaya mereka. Pendekatan figur, yakni melalui tokoh publik yang tidak hanya dari kalangan selebritis tapi juga tokoh lain seperti tokoh agama, lalu pendekatan struktur ini dari pemerintah dengan regulasi-regulasinya,” terang Sakri.

Dan untuk strategi advokasi pemangku kepentingan, Sakri menerangkan bahwa advokasi bukan hanya regulasi saja. “Tapi juga bisa mendorong Pemda  atau pemangku kepentingan lain untuk berperan aktif menciptakan lingkungan yang saling menegur dan saling mengingatkan agar bebas dari asap rokok,” ujar Sakri.

Disampaikan pula oleh Sakri, bahwa saat ini rata-rata perokok di Indonesia semakin muda usianya yang mulai merokok, sehingga urgensi pengendalian konsumsi tembakau harus  tetap dilakukan dan diperjuangkan.

“Dari seluruh perokok di Indonesia, terdapat 75% perokok yang mengaku mulai merokok pada usia di bawah 20 tahun, seperti pada usia 13-15 tahun terjadi peningkatan yang cukup siginifikan sebesar 19,2% terutama pada anak laki-laki. Sedangkan sisanya 25% itu mulai merokok pada usia di atas 20 tahun. Nah, Angka 75 % perokok yang mengaku mulai merokok di bawah usia 20 tahun ini yang menjadi miris, karena mereka mudah sekali mendapatkan akses rokok dari lingkungan sekitarnya,” jelasnya.

Menurut Sakri, keterpaparan masyarakat terhadap iklan dan promosi rokok saat ini masih masif. Hal tersebut karena berdasarkan data, ada 65,2% masyarakat bisa melihat iklan promosi rokok di tempat penjualan, 56,8% masyarakat dapat melihat orang menggunakan tembakau di media seperti TV, video dan film, 60,9% masyarakat bisa melihat iklan rokok di media luar ruang, dan 36,2% masyarakat juga dapat melihat iklan rokok di internet atau media sosial.

“Apalagi prevalensi penggunaan tembakau pada 2011 dan 2021 adalah 36,1% dan 34,5%. Selain itu, prevalensi merokok pada 2011 dan 2021 adalah 34,8% dan 33,5%. Sedangkan untuk perokok elektronik, ada sebesar 3% mereka merokok menggunakan rokok elektronik dan rokok berpemanas. Munculnya rokok elektronik ini menggelisahkan kita semua, karena baru muncul sudah membuat konsumsi rokok elektronik secara cepat meningkat, ” paparnya.

Oleh karena itu, supaya bisa mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024, Sakri mengingatkan perlu adanya sinergi dan kerja sama dari Pemda dalam mendukung revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan yang di dalamnya ada kebijakan non fiskal.

“Kebijakan non fiskal itu meliputi, melarang iklan, promosi dan sponsor rokok, memperbesar gambar peringatan pada kemasan rokok, memperluas implementasi Kawasan Tanpa Rokok atau KTR disertai penegasan hukum, memperluas program upaya berhenti merokok, membatasi tempat penjualan rokok, melarang produksi dan peredaran rokok elektronik, serta memperkuat regulasi dan pengawasan bahan yang terkandung dalam rokok,” pungkasnya.

Sebagai informasi, webinar yang digelar oleh Kemenkes RI ini diikuti oleh perangkat daerah dari masing-masing Pemda di seluruh Indonesia, seperti Dinas Kesehatan (Dinkes), Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo), Dinas Pendapatan Daerah, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) serta Satuan Polisi Pamong Praja. (vin/n)

#webinar #rokok #Tembakau #Kemenkes