Sabtu, 4 Mei 2024

Bappeda Jatim : Program Penurunan Angka Stunting Tidak Hanya Menyasar Balita

Diunggah pada : 28 Desember 2023 15:28:55 100
Kepala Bidang Pemerintahan dan Pengembangan Manusia Bappeda Jatim Kukuh Tri Sandi, saat memberikan sambutannya dalam kegiatan Bimbingan Teknis dan Pengembangan Kapasitas Monitoring dan Evaluasi Program Percepatan Penurunan Angka Stunting Provinsi Jawa Timur, di Surabaya, Kamis (28/12/2023). Foto : Vivin

Jatim Newsroom – Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur (Bappeda Jatim) menyampaikan, program penurunan angka stunting tidak hanya menyasar kepada balita, tapi juga bagaimana menyiapkan calon ibu maupun orang tua, hingga ketersediaan akses layanan minum dan sanitasi untuk jangka panjang. 

Hal tersebut disampaikan Kepala Bidang Pemerintahan dan Pengembangan Manusia Bappeda Jatim, Kukuh Tri Sandi, saat membuka kegiatan Bimbingan Teknis dan Pengembangan Kapasitas Monitoring dan Evaluasi Program Percepatan Penurunan Angka Stunting Provinsi Jawa Timur, yang digelar oleh Fatayat NU Provinsi Jawa Timur bekerja sama dengan USAID-ERAT, di Surabaya, Kamis (28/12/2023). 

“Stunting ini tidak hanya menyasar kepada balita, tapi yang paling penting bagaimana menyiapkan calon ibu atau calon parenting. Mulai ibu hamil, remaja putri, keluarga berisiko, hingga ketersediaan akses layanan minum dan sanitasi untuk jangka panjang. Dengan demikian apapun program tata kelola pemerintahan terkait stunting, perlu kita kritisi, harus ada kajian ilmiah, tidak hanya program tapi ada dampaknya karena program itu harus berdampak kepada masyarakat,” tutur Kukuh dalam sambutannya. 

Lebih lanjut, Kukuh mengungkapkan, arah kebijakan RPJMN Nasional 2020-2024, diantaranya adalah meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta atau yang biasa disebut dengan Univesal Health Coverage (UHC). 

“Dari 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur, sudah ada sekitar 22 Kabupaten/Kota yang sudah UHC. Ini terus kita dorong, sehingga bisa seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Timur nanti bisa menjadi UHC. Antara lain, dengan mendorong peningkatan upaya promotif dan preventif didukung dengan inovasi dan pemanfaatan teknologi,” ungkap Kukuh. 

Untuk itu, Kukuh mengatakan, perlu ditetapkan strategi percepatan perbaikan gizi masyarakat, yang salah satu fokusnya mengarah kepada penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), penurunan stunting serta proyek nasional. “Penurunan stunting, tidak bisa dilakukan business as usual. Di tahun 2007 hingga 2013 capaian angka prevalensi stunting itu cukup stagnan, justru meningkat dari 36,8 persen menjadi 37 koma sekian persen,” kata Kukuh. 

Dampak stunting, menurut Kukuh, bukan hanya urusan tinggi badan, namun yang paling utama adalah rendahnya kemampuan anak untuk belajar, keterbelakangan mental, dan munculnya penyakit kronis yang dapat dengan mudah menyerang anak-anak. 

“Berdasarkan data Bappenas, untuk mencapai angka stunting 14% di tahun 2024, maka butuh effort yang luar biasa. Jawa Timur ini angka stuntingnya saat ini 19,2% menurun dari sebelumnya 23,5%. Alhamdulillah Jawa Timur penurunannya lebih baik dari proyeksi Bappenas, dan terdapat 24 Kabupaten/Kota yang sudah turun stuntingnya. Namun, masih ada 14 Kabupaten /Kota yang naik, ini yang menjadi perhatian kita semua,” terangnya. 

Selanjutnya, Kukuh menyampaikan beberapa hal kunci yang perlu didorong dalam program percepatan penurunan angka stunting di Provinsi Jawa Timur. Pertama, sistem monitoring dan evaluasi (Monev) terpadu dan spasial untuk memastikan kegiatan dan anggaran mencapai sasaran dan lokasi prioritas. Kedua, komitmen kepala daerah dalam konvergensi antar perangkat daerah serta penetapan target dalam dokumen perencanaan.

“Ini saya rasa cukup penting, karena komitmen kepala daerah termasuk kepala negara dan legislatif diperlukan dalam menjalankan program,” ujar Kukuh. 

Ketiga, akurasi data khususnya data penerima program, Kukuh membeberkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu sangat konsen terhadap isu kemiskinan, stunting dan isu sosial, termasuk pemberian bantuan. “Bahkan BPK saat ini mulai meminta data semua yang mendapat bantuan pemerintah, mereka harus ada tagging atau penanda lokasi penerimanya dimana lokasi rumahnya,” beber Kukuh. 

Kukuh menuturkan, kunci selanjutnya yang perlu didorong dalam program percepatan penurunan angka stunting Keempat yakni, pemberdayaan masyarakat termasuk dalam pemanfaatan dana desa, posyandu serta KPMD. 

“Kelima, peningkatan peran aktor pemerintah dalam hal ini adalah CSR, non-government, advokasi maupun perguruan tinggi untuk pendampingan stunting. Keenam, mendorong riset dan inovasi daerah sesuai dengan permasalahan dan kearifan lokal,” tuturnya. 

Kepada seluruh peserta Bimtek, Kukuh berharap, agar program percepatan penurunan angka stunting di Provinsi Jawa Timur ada dampak baiknya kepada masyarakat. “Agar capaiannya ada setelah mengikuti Bimtek, untuk dilakukan tahun 2024 mendatang. Jadi jangan sampai kita stagnan dan tidak berdampak,” pungkasnya. (vin/s) 

#Jawa Timur #pemprov jatim #stunting #bappeda jatim #Bappeda