Jumat, 3 Mei 2024

PVMBG : Semeru Masih Berstatus Siaga

Diunggah pada : 19 Januari 2023 16:37:22 47
Sumber gambar : Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG)

Jatim Newsroom – Gunung Semeru masih dalam status Level III atau Siaga. Hal ini berdasarkan hasil evaluasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) secara menyeluruh, baik secara visual, instrumental, maupun potensi ancaman bahayanya. PVBG pun mengimbau agar masyarakat  tidak beraktivitas dalam radius 5 kilometer dari kawah atau puncak Gunung Semeru karena rawan terhadap lontaran batu pijar.

Kepala Badan Geologi PVMBG, Hendra Gunawan, melalui surat terkait evaluasi tingkat aktivitas Gunungapi Semeru, mengatakan, dalam tingkat Level III atau Siaga ini agar masyarakat, pengunjung, maupun wisatawan tidak melakukan aktivitas apapun di sektor tenggara pada sepanjang Besuk Kobokan, sejauh 13 kilometer dari puncak atau pusat erupsi.

“Di luar jarak tersebut, masyarakat agar tidak melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai atau sempadan sungai di sepanjang Besuk Kobokan karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 17 kilometer dari puncak,” imbau Hendra dalam suratnya yang diterima Kominfo Jatim, Kamis (19/1/2023).

Selain itu, Hendra juga mengimbau agar masyarakat mewaspadai potensi Awan Panas Guguran (APG), guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai atau lembah yang berhulu di puncak Gunung Api Semeru.

“Terutama sepanjang Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat serta potensi lahar pada sungai – sungai kecil yang merupakan anak sungai dari Besuk Kobokan,” tegasnya.

Dalam suratnya, Hendra memaparkan pengamatan secara visual terhadap Gunung Semeru, bahwa terlihat jelas hingga tertutup kabut. Dijelaskannya, saat gunungapi tampak jelas teramati api diam atau sinar api pada kawah, asap kawah utama berwarna putih, kelabu, dan coklat dengan intensitas tipis, sedang hingga tebal dengan tinggi sekitar 200 – 400 meter dari puncak.

“Cuaca cerah hingga hujan, angin lemah hingga kencang ke arah utara, timur laut, timur, selatan, barat daya, barat, dan barat laut, dengan suhu udara sekitar 21 hingga 28°C,”paparnya.

Sementara asap letusan teramati putih kelabu dengan tinggi 200 – 1000 meter ke arah utara, timur laut, dan barat daya. “Teramati guguran lava pijar dengan jarak luncur 500 hingga 1000 meter ke arah Besuk Kobokan, secara visual letusan dan guguran lava yang terjadi jarang teramati karena terkendala dengan cuaca yang berkabut, terkadang terdengar suara gemuruh pada saat terjadi letusan,” jelasnya.

Berdasarkan pengamatan secara instrumental, jumlah dan jenis gempa yang terekam masih didominasi oleh jenis gempa permukaan seperti Gempa Letusan dan Gempa Hembusan. Diungkapkannya, selama periode 9 – 15 Januari 2023 terjadi 593 kali Gempa Letusan atau Erupsi, 62 kali Gempa Guguran, 63 kali Gempa hembusan, 3 kali Harmonik, 4 kali Gempa Vulkanik Dalam, 19 kali Gempa Tektonik Jauh, dan 2 kali Getaran banjir.

“Data pemantauan Tiltmeter periode 1 Januari 2022 hingga 15 Januari 2023 pada stasiun tiltmeter Argosuko secara berfluktuatif terus menunjukkan pola deflasi, sementara pada stasiun tiltmeter Jawar secara berfluktuatif menunjukkan pola inflasi,”ungkapnya.

Dijelaskan Hendra, hal ini menunjukkan tekanan pada tubuh Gunung Semeru terus berkurang seiring proses pergerakan fluida (batuan, gas, cairan) dari bagian dalam ke permukaan yang lebih dangkal masih berlangsung bersamaan dengan keluarnya material (erupsi dan hembusan).

Evaluasi Gunung Semeru

Dalam suratnya berdasarkan pengamatan secara visual maupun instrumental tersebut, Hendra juga memaparkan bahwa pada periode 9 – 15 Januari 2023, aktivitas erupsi dan guguran lava masih terjadi, namun secara visual terkadang tidak teramati karena terkendala cuaca yang berkabut.

“Dalam periode tersebut jumlah gempa yang terekam mengalami peningkatan dan Gempa Letusan masih mendominasi, diikuti Gempa Guguran dan Gempa Hembusan. Sementara Gempa Vulkanik Dalam dan Gempa Harmonik yang masih terekam mengindikasikan masih adanya suplai di bawah permukaan Gunung Semeru bersamaan dengan pelepasan material hasil letusan di sekitar Jonggring Seloko,”paparnya.

Pada Pemantauan deformasi dengan peralatan Tiltmeter pada periode 9 – 15 Januari 2023 ini, Hendra menjelaskan masih berfluktuasi namun diakhir periode, pegamatan menunjukkan pola kecenderungan deflasi pada tubuh Gunung Semeru dan inflasi di sekitar puncak yang berkolerasi dengan adanya perpindahan tekanan dari dalam tubuh gunungapi ke permukaan bersamaan dengan keluarnya material saat terjadi erupsi dan hembusan.

“Kejadian getaran banjir yang terjadi pada periode ini, megindikasikan masih tingginya kejadian lahar di aliran sungai yang berhulu di Gunung Semeru terutama yang mengarah ke aliran Besuk Kobokan,”terang Hendra.

Hendra juga menambahkan dalam suratnya tentang potensi bahaya yang ditimbulkan dari evaluasi tingkat aktivitas Gunung Semeru bahwa akumulasi material hasil erupsi (letusan dan aliran lava) maupun pembentukan ‘scoria cones’ berpotensi menjadi guguran lava pijar atau pun awan panas guguran.

“Material guguran lava dan atau awan panas yang sudah terendapkan di sepanjang aliran sungai yang berhulu di puncak Gunung Semeru, berpotensi menjadi lahar jika berinteraksi dengan air hujan. Selain itu, interaksi endapan material guguran lava atau awan panas guguran yang besuhu tinggi dengan air sungai akan berpotensi terjadinya erupsi sekunder,”pungkasnya. (vin/s)

#semeru #gunung #gunungapi