Kamis, 19 September 2024

Dikembangkan Universitas Airlangga Obat HIV/AIDS dari Teh Hijau

Diunggah pada : 27 Januari 2015 8:54:45 250

Kabar gembira datang dari peneliti di Institute of Tropical Desease (ITD) Universitas Airlangga (Unair). Melalui penelitiannya, Unair berupaya mengembangkan teh hijau untuk obat penderita Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS).
 
Dari uji pre-klinis, Guru Besar Kimia Farmasi Unair yakin obat berbahan daun teh hijau mampu menyembuhkan HIV/AIDS. Dalam waktu dekat, formula ini akan diujicobakan pada tubuh kera, sebelum dilanjutkan tahap uji coba pada relawan penderita HIV/AIDS.
Menurut Prof Djoko, butuh 18 tahun baginya untuk sampai pada kesimpulan bahwa daun teh hijau dapat dipakai sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit HIV/AIDS. Dari fakta temuannya ternyata daun teh hijau dapat dipakai untuk obat penyembuhan kanker pada penelitian pertamanya, 1996. Sejak itu, ia mulai jatuh hati terhadap daun teh.
Berbagai riset lanjutan pun dilakukan. Hasilnya membuat Djoko semakin terkagum-kagum. Semakin banyak saja khasiat teh yang berhasil dikenalinya. Ia mencontohkan, kandungan antioksidan dalam daun teh mencapai 100 kali lebih banyak dibanding dengan  vitamin C dan 25 kali lebih banyak ketimbang vitamin E.
“Dibanding anggur merah, kandungan antioksidan daun teh juga  dua kali lipat lebih banyak. Di Indonesia kan tidak banyak anggur merah, yang banyak kebun teh. Jadi, ini juga bisa jadi keunggulan tersendiri,” kata Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unair itu.
Dari risetnya, Djoko melihat kandungan daun teh berupa epigalokatekin galat (EGCG) punya khasiat mengobati berbagai penyakit degeneratif, seperti kanker.  Zat yang merupakan senyawa tanin katekin (adalah senyawa yang tidak berwarna, dan dapat menentukan sifat produk teh seperti rasa, warna dan aroma) itulah yang kemudian dikembangkan lagi. Lewat riset pada 2012, ia menemukan zat itu berpotensi untuk mengobati TBC dan HIV/AIDS.
“Kandungan teh hijau itu bisa untuk pencegahan, sekaligus pengobatan HIV,” jelasnya.

Penyambung Nyawa  
Khusus untuk HIV, Djoko tidak meneliti sendirian.  Ia dibantu Prof  Nasronudin serta Dr Retno Puji Astuti drg MKes, peneliti laboratorium HIV di Tropical Disease Center (TDC). Mereka mengekstraksi teh menjadi dua bentuk. Pertama, hanya diambil EGCG-nya. Sedangkan kedua, tetap dalam bentuk ekstrak.
Tiap hasil ekstraksi ini diujicobakan pada kultur virus HIV. Saat itu, Surabaya, termasuk Unair, belum memiliki sarana kultur HIV. Kultur HIV harus didatangkan dari Universitas Indonesia (UI) Jakarta. “Kalau sekarang sudah punya fasilitas TDC sendiri,” katanya.
Selain menguji coba ekstrak teh dengan kultur virus HIV,  Djoko juga mengujicobakan pada sel-sel kekebalan tubuh manusia (CD4). “Cukup menggembirakan hasilnya. EGCG yang diujicobakan ke sel CD menunjukkan kultur HIV tak berkutik. Virus itu tak sanggup menginfeksi sel CD4,” tegasnya.
Djoko sangat yakin obat berbahan daun teh hijau akan menjadi  masa depan penyembuhan HIV/AIDS. Meski begitu, keberadaan teh hijau tidak berarti menggantikan obat-obatan ARV yang selama ini menjadi penyambung nyawa  orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Sejak itu, dia yakin, daun teh hijau akan menjadi senjata masa depan untuk melawan HIV/AIDS.
Kepala Dinkes Jatim, dr Harsono mengaku mendukung penuh upaya Unair mengembangkan obat anti HIV/AIDS. Penelitian ini akan menjadi angin segar bagi masyarakat dan dunia kedokteran. ”Saat ini obat yang kita kenal adalah ARV. Jika ada obat lain pasti akan sangat membantu penderita,” tuturnya.
Lebih lanjut dikatakannya, AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).
Virusnya bernama HIV, yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan ada, namun sifatnya hanya memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.[
Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
 
Gejala
Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV.
Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS dan HIV memengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.
Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam, berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien. (hjr)

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait