Jumat, 26 April 2024

Sepuluh Tahun Lumpur, Djaja Laksana Tetap Optimistis Semburan Bisa Dihentikan

Diunggah pada : 28 Mei 2016 21:22:37 11

Jatim Newsroom - Alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya sekaligus penemu Teori Bernoulli untuk menghentikan semburan lumpur Lapindo, Djaja Laksana tetap optimistis semburan lumpur bisa dihentikan meski saat ini memasuki 10 tahun.

“Pada 29 Mei bencana semburan lumpur Sidoarjo berusia 10 tahun dan sampai saat ini pun semburan masih bisa dihentikan dengan teori Bernoulli,” ungkap Djaja Laksana di Sidoarjo, Sabtu (28/5).

Dikatakannya, selain Bernoulli hingga saat ini belum ditemukan teori lainnya yang khusus untuk menghentikan semburan lumpur. Padahal jika pemerintah mau dan serius, inti semburan ada di Sumur Bajar Panji 1 yang memiliki kedalaman kurang lebih 3.000 meter, yang sejak hampir 2006 terus mengeluarkan lumpur disertai gas. Karena tidak kunjung dihentikan, maka di sekitar pusat semburan kerap muncul babel. “Babel itu hanya efek samping saja, inti tetap di pusat semburan,” tuturnya.

Jika pusat semburan berhasil dihentikan, maka otomatis semburan-semburan kecil di sekitarnya akan ikut berhenti. Anggapan sebagian orang yang mengatakan semburan lumpur Lapindo tidak bisa dihentikan, menurut Djaja sangat tidak benar, dengan mengetahui total head (ketinggian maksimal), maka pasti bisa dikendalikan.”Tinggal kita cari saja total headnya itu ada teorinya saya tidak mengarangnya,” katanya.

Langkah selanjutnya, di katakana Djaja, yakni membuat bandungan yang memelebihi total head, dibuat melingkar mengelilingi pusat semburan. ”Saya telah melakukan beberapa uji coba, baik dengan pompa maupun dengan semburan lumpur asli, dan selama ini selalu berhasil” terangnya.

Selain menutup semburan, temuannya itu mampu menahan terjadinya penurunan tanah (land subsidence). Dia juga merancang penemuannya itu untuk menahan fluida atau lumpur dan gas. ''Karena itu, tepat untuk diterapkan di sekitar lumpur Lapindo,'' kata Djaja.

Sebagai ilmuan, Djaja mengungkapkan seluruh temuannya ini diserahkan sepenuhnya pada pemerintah dan memangku kebijakan, termasuk solusi pebiayaannya. Jika diminta untuk mencari solusi pembiayaannya maka alumni ITS ini mengaku angkat tangan. “Saya hanya penemu teori, jangan diminta untuk mencari solusi pembiyaannya karena itu tugas pemerintah dan Lapindo,” tuturnya.  

Ia memperkirakan, biaya untuk menghentikan semburan sekitar Rp 8 triliun dengan waktu pengerjaan bendungan kitar delapan bulan “Biaya tersebut tidak terlalu besar jika dibandingkan kita membiarkan semburan terus keluar, akan banyak yang dirugikan, terutama masyarakat, industri, dan lingkungan,” imbuhnya Djaja.

Sebenarnya menurut Djaja, metode yang dipakai Badan Penanggulanngan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dalam membuat tanggul saat ini adalah Teori Bernoulli, tetapi tidak dikerjakan secara maksimal dan terkesan hanya mengantisipasi agar lumpur tidak meluber ke jalan, atau area yang tidak masuk peta terdampak.

Sesuai teori lanjut Djaja, lumpur baru bisa berhenti jika ketinggian tanggul minimal 30 meter namun tidak dengan konstruksi bangunan tanggul yang ada di area lumpur saat ini, tetapi dengan menggunakan kontruksi tanggul cor bertulang. ”Kalau dengan konstruksi saat ini, saya tidak berani menjamin keamanannya jika tanggul harus ditinggikan hingga mencapai minimal 30 meter, tetapi jika pakai teori dan konstruksi bangunan tanggul Bernoulli, saya bisa jamin akan aman, dan bisa menghentikan semburan,” tuturnya.

Selain tanggul yang mengelilingi area lumpur menurut Djaja, akan dilakukan pemasangan tiang pancang di dekat pusat semburan untuk mengarahkan lumpur kembali ke titik semburan. Untuk mengaplikasikan teori Bernoulli diperlukan waktu sekitar satu tahun hingga lumpur bemar-benar bisa berhenti,

Djaja tidak pernah mempermasalahkan jika teori temuanya dipakai pemerintah untuk mengatasi semburan lumpur Lapindo.”Silahkan pakai teori saya, saya tidak menuntut apa-apa karena yang terpenting adalah semua untuk masyarakat Sidoarjo,” tegasnya.(hjr)

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait