Senin, 6 Mei 2024

Konsumsi Beras Masyarakat Jatim Turun Jadi 88 Kg Per Kapita

Diunggah pada : 3 Maret 2016 14:33:53 46

Jatim Newsroom – Dari data Badan Ketahanan Pangan Jatim, tahun 2015 lalu konsumsi beras masyarakat masih di kisaran 91 kg per kapita. Namun kini jumlah konsumsi beras warga Jatim terus menurun menjadi 88 kg per kapita. Penurunan tersebut ditunjang oleh peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga pola konsumsi pun berubah.

“Konsumsi beras kita hanya 88 kg per kapita. Ususnya warga Jatim ini agak kecil-kecil, jadi makan nasinya gak terlalu banyak. Selain itu, naiknya income (pendapatan) masyarakat membuat warga mengurangi konsumsi nasi,” kata Gubernur Jatim, Soekarwo, saat dikonfirmasi dalam operasi pasar komoditi jagung di Bulog, (24/2) lalu. Capaian konsumsi beras itu lebih rendah dari nasional yang masih di atas 100kg per kapita per tahun.

Pakde Karwo menambahkan, jika 10 persen dari total penduduk Jatim saat ini masuk kategori gizi lebih dan hanya 2 persen yang mengalami gizi buruk. Berkurangnya konsumsi beras tersebut, kata dia, membuat Jatim kian mengalami surplus produksi beras. “Kita surplus beras 5,5 juta ton. Ini bisa menghidupi 53 juta jiwa di luar warga Jatim, dan sekarang sudah dinikmati oleh 43,3 juta penduduk Indonesia,” ungkapnya.

Kepala BKP JatimArdo Sahak mengatakan, penurunan konsumsi beras masyarakat Jatim juga merupakan dampak dari keberhasilan program diversifikasi pangan. “Tidak cuma makan nasi tapi macam-macam, seperti ketela dan kentang. Memang untuk memenuhi konsumsi karbohidrat, masyarakat Jatim tidak harus mengkonsumsi beras. Ini juga implementasi dari program P2KP (Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan),” katanya.

Untuk mengantisipasi itu, pihaknya telah menyiapkan beberapa alternatif pangan guna mengurangi ketergantungan masyarakat pada konsumsi beras. Salah satunya yakni berupa beras analog yang terbuat dari tepung mocaf atau produk olahan dari ubi kayu berupa tepung yang diberi nama beras cerdas.

Beras cerdas analog tersebut juga sudah dimodif dengan rasa sayur-sayuran guna menambah gizi balita. Beras cerdas analog, kata dia, juga bagus untuk balita dan penderita diabet. Pembuatannya kerjasama dengan kelompok tani di beberapa daerah seperti Blitar, Kediri, Jember, Bondowoso, dan Malang.

Kendati belum diproduksi dalam jumlah besar karena masih promosi, namun beras cerdas ini diyakininya sangat membantu program diversifikasi pangan. Beras analog ini merupakan produk olahan yang dibuat dengan bahan dari 70 persen mocaf dan 30 beras. Untuk bentuknya, campuran bahan tersebut dicetak hingga menyerupai bulir beras, sehingga masyarakat yang terbiasa mengkonsumsi beras bisa menjadikan beras analog ini menjadi bahan konsumsi pengganti.

Rekayasa pangan alternatif tersebut sebelumnya dikerjasamakan dengan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember. Riset pengembangan beras analog telah dilakukan sejak awal 2011 dan hingga kini telah dipamerkan baik skala regional atau nasional saat peringatan Hari Pangan Sedunia.

Menurutnya, yang terpenting adalah beras analog telah memenuhi syarat gizi triguna, yakni mengandung protein sebagai zat pembangun, sayur dan buah-buahan sebagai zat pengatur, dan karbohidrat sebagai sumber energi. (afr)
 

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait