Jumat, 26 April 2024

JATIM MASIH TERBAIK TENTANG PERGULAAN

Diunggah pada : 8 April 2010 12:18:22 4
thumb

Jawa Timur dinilai masih yang terbaik dibanding provinsi lain dalam melakukan kebijakan yang menyangkut tentang pergulaan. Hal ini juga dibuktikan dengan jumlah pengembangan lahan tebu bila dibandingkan dengan Jawa Tengah baru sepertiga dari lahan Jatim, yakni sekitar 53 ribu hektare (ha) sedangkan Jatim sudah mencapai 186 ribu ha.
Anggota Komisi B DPRD Jateng Istasip AS  usai melakukan study banding dengan Pemerintah Provinsi Jatim di Jl Pahlawan 110 Surabaya, Rabu (7/4) sore mengatakan, walaupun masih belum mencapai swasembada gula, Jatim masih tergolong yang terbaik karena terus melakukan perbaikan kebijakan seperti akan dibangunnya kembali sejumlah lima pabrik gula. “Oleh karena itu, Jateng berniat untuk melakukan pembelajaran guna mencapai target yakni swasembada gula. Pengalaman ini akan dijadikan masukan dan selanjutnya melakukan dengar pendapat dengan pihak terkait yang ada di Jateng,” ujarnya.
Menurutnya, kekurangan gula di Jateng pada tahun ini cukup banyak yakni mengimpor sebanyak 81 ribu ton. Hal ini merupakan angka kekurangan yang sangat tinggi. Oleh karena itu tekad dari pemprov dan Komisi B DPRD Jateng dengan melakukan study diharapkan dapat mencapai hasil yang maksimal. Tentunya akan mencontoh dalam melakukan kebijakan yang membuat para petani tebu lebih tertarik untuk menanamnya.
Para petani Jateng saat ini masih mempunyai anggapan bahwa bertani tebu tidak menarik karena pertama panennya dinilai cukup lama dan harganya juga kurang memadai. “Hanya lahan yang kurang produktif saja yang ditanami petani tebu.  Padahal 20 tahun silam para petani lebih antusias menanam tebu,” katanya.
Guna memenuhi kebutuhan gula di Jateng, maka Komisi B sudah minta eksekutif guna memanfaatkan lahan-lahan perkebunan untuk didayagunakan sebagai lahan tebu. Selain itu tanah bengkok yang ada juga bisa dimaksimalkan. Dengan upaya ini diharapkan dalam tempo tiga hingga empat tahun ke depan Jateng bisa swasembada gula. 
Ditambahkan Istasip, kunjungan ke Jatim guna ngasukaweruh  (belajar) maka ke depan minimal Jateng tidak akan mengimpor gula lagi. Selain itu juga diharapkan swasembada gula yang merupakan target segera terwujud.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jatim Binsar Tua Siregar mengatakan, beberapa waktu yang lalu yakni menjelang Hari Raya Lebaran, Jatim telah diguncang dengan harga gula. Harga ditangan konsumen mencapai Rp 12 ribu/kg. Hal ini dikarenakan sulitnya mencapai kesepakatan antara pemerintah dengan para pengusaha pabrik gula (PG).
“Dengan situasi tersebut maka gubernur mengeluarkan suatu kebijakan, yakni gula tidak diperbolehkan keluar dari Jatim. Hal ini dilakukan karena di samping stok gula tidak terlampau tinggi, juga kebutuhan akan gula meningkat yakni sekitar 50 ribu ton per bulan pada hari raya tersebut,” ungkapnya.
Langkah ini dirasakan sangat efektif karena harga gula menjadi turun kisaran Rp 10 ribu. Bahkan dengan masuknya gula impor maka harga gula di pasaran bisa bergeser hinga Rp 9 ribu per kilogram.
Setelah harga gula dianggap normal dan stok mencukupi maka gubernur memberikan kebijakan untuk menjual kembali gula keluar provinsi. Menurut pengakuan dari berbagai wilayah di uar Jatim bahwa gula Jatim dianggap mempunyai ciri tersendiri sehingga banyak yang memesan. Walaupun sudah diizinkan untuk keluar provinsi namun gubernur tetap membatasi jumlah yang dikeluarkan yakni sekitar 32 ribu ton.

Strategi
Strategi pencapaian gula di Jatim pada 2014 ada beberapa komponen di antaranya  pertama, peningkatan produktivitas, kedua, perluasan areal dari 186 ribu ha menjadi sekitar 199 ribu ha. Ketiga revitalisasi pembangunan industri gula berbasis tebu menurut rencana akan dibangun pabrik gula di Kabupaten Mojokerto, Lamongan, Kabupaten Malang ada dua lokasi dan Banyuwangi.
Langkah operasional guna mengimplementasikan strategi pencapaian swasembada gula di antaranya meningkatkan produktivitas melalui rasionalisasi atau penataan varietas. Juga melakukan penyerapan teknologi budidaya dan  percepatan bongkar raton. Hal ini dilakukan karena masih ada tebu yang varietasnya kurang unggul. Selain itu juga dilakukan efisiensi hara dan penggunaan pupuk organik serta suplai air yang cukup. (pri)

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait