Kamis, 2 Mei 2024

PENANGANAN KASUS GIZI BURUK HARUS KOMPREHENSIF

Diunggah pada : 19 November 2009 11:01:43 108
thumb

Semakin banyaknya jumlah korban gizi buruk di Jatim pada 2009 ini menjadi perhatian khusus bagi Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim. Untuk dapat mereduksinya maka diiperlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dan terpadu.Kepala Dinkes Jatim, Dr Pawik Supriadi usai menghadiri Pro Poor Award (PPA) 2009 di gedung DBL Surabaya, Rabu malam (18/11) menjelaskan, penanganan secara komprehensif tersebut harus didukung oleh banyak sektor yang menjadi pemicu terjadinya gizi buruk.Ia menuturkan, gizi buruk tidak dapat dilihat dari satu sisi saja, tapi harus dilihat dari hulu ke hilir. Artinya, gizi buruk itu adalah kondisi terakhir dari dampak kemiskinan. Indikasinya dapat diketahui mulai dari tingkat ketahanan pangan keluarga, tingkat pendidikan, sampai dengan kondisi kesehatan keluarga yang serba kekurangan.Sehingga, tindakan komprehensif ini hendaknya dilakukan secara terpadu. Misalnya, Dinkes dapat menangani masalah perawatan korban sampai dengan sembuh. Untuk masalah pangannya juga bisa dibantu oleh Badan Ketahanan Pangan, sektor pendidikan keluarga lewat Dinas Pendidikan, terkait penanganan jumlah anak pada keluarga miskin melalui BKKBN, serta penaggulangan masalah ekonomi dan kemiskinan melalui Badan pemberdayaan Masyarakat.Sejauh ini, lanjut Pawik, upaya dari Dinkes Jatim dalam penanganan gizi buruk adalah melalui penanganan dan pendeteksian lebih awal lewat program pemberdayaan masyarakat seperti Posyandu. Jika terdeteksi, maka pihaknya akan langsung melakukan terapi dan penanganan pasien melalui pengobatan medis dan memberikan tambahan makanan.Untuk penanganannya, pemprov telah membebaskan biaya bagi pasien baik dari perawatan rumah sakit hingga tambahan makanan sejak 2009 ini. Selain itu, dalam memperbaiki gizi masyarakat, pihaknya juga telah membagikan makanan padat gizi bagi seluruh kab/kota di Jatim.Namun, lanjutnya, terdapat pula kasus di mana setelah ditangani, beberapa waktu setelahnya kembali lagi dengan kasus yang sama. ”Saat ini yang perlu dilakukan, yakni usai melakukan penanganan pasien, setelah sembuh harus ada pendampingan untuk memantau perkembangan pasien agar dapat dipastikan kesembuhannya. Jangan sampai setelah sehat beberapa saat setelahnya kembali mengalami gizi buruk lagi,” ujarnya.Sebagai contoh, terkait peningkatan jumlah penderita gizi buruk, seperti di RSUD Dr Soewandhi Surabaya hingga akhir Oktober meningkat 72 persen dari 196 menjadi 269 pasien pada tahun ini. Adapun umumnya pasien gizi buruk yang datang ke RSUD Dr M Soewandhi bukan karena keluhan gizi buruk, tetapi ada penyakit lain, seperti radang paru-paru, TBC, demam tinggi, atau radang tenggorokan, yang juga berpotensi menyebabkan terkena gizi buruk.Umumnya, balita yang terkena gizi buruk datang dengan kondisi yang sudah sangat parah. Hingga saat ini pada 2009 jumlah balita yang meninggal karena gizi buruk di RS tersebut sudah mencapai 14 anak, padahal sepanjang tahun 2008 hanya ada lima balita.Selain itu, pada 2009 sampai dengan Oktober juga terdapat 48 pasien gizi buruk yang dirawat RSUD Jember. Sebagian besar yang dirujuk sebagian besar adalah anak-anak usia kurang dari lima tahun. Jika dirata-rata ada tiga orang anak setiap bulan yang dirawat. Para pasien gizi buruk itu kebanyakan berasal dari keluarga tidak mampu, yang datang ke rumah sakit dengan membawa kartu Jamkesmas maupun surat keterangan miskin dari desa.Adapun beberapa jenis kasus gizi buruk yang ditangani adalah kwasiorkor (kekurangan protein), maramus (kekurangan karbohidrat) dan perpaduan marasmus kwasiorkor. Biasanya balita yang menderita gizi buruk awalnya mengalami gejala diare secara terus menerus, setelah diperiksa dan diagnosis dokter ternyata balita tersebut menderita gizi buruk yang sudah akut.Penderita gizi buruk jenis kwashiorkor memiliki tanda-tanda bengkak pada seluruh tubuhnya, rambutnya menipis berwarna merah seperti rambut jagung, infeksi dan diare dan wajahnya sembab. Sedangkan gizi buruk marasmus memiliki tanda-tanda sangat kurus sehingga nampak tulang terbungkus kulit, tulang rusuk menonjol, kulit keriput, dan mengalami diare terus menerus.Pawik menambahkan, melihat kondisi penderita gizi buruk yang cukup banyak, maka sangat diharapkan melalui penanganan secara terpadu mampu mengurangi terjadinya kasus gizi buruk di Jatim. ”Jika pada 2009 ini jumlahnya tergolong tinggi, maka target pada 2010 gizi buruk harus berkurang,” pungkasnya.

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait