Jumat, 26 April 2024

AKIBAT MUSIM TANAM TAK SEREMPAK, PANEN TEMBAKAU BERLANGSUNG LAMA

Diunggah pada : 26 Agustus 2009 14:05:30 146
thumb

Musim panen tembakau yang tahun ini hampir tidak serempak terjadi di areal perkebunan Pulau Madura, ini dikarenakan musim tanam juga berlangsung tidak sama. Pelaksanaan musim tanam yang berlangsung tidak sama tersebut akibat ketersediaan bibit yang terbatas. Hal itu diakibatkan masih seringnya hujan yang turun saat musim tanam. Namun demikian kebutuhan bibt masih dapat dipenuhi dan berakibat musim tanam berakhir hingga akhit Juli. Kepala Bidang Tanaman Produksi Dinas Perkebunan Jatim, Ir Samsul Arifin di kanrtornya, Rabu (26/8) mengatakan, meski saat awal musim tanam sering terjadi hujan, namun hingga saat ini kuaitas tembakau di Madura masih cukup baik. Jika pada tahun 2007 dan 2008 harga per kilogram tembakau bertengger dari Rp 30.000-Rp 31.000. pada awal musim panen tahun ini masih berkisar Rp 25.000-Rp 28.000/kg. “Harga tersebut kemungkinan akan terus meningkat hingga akhir musim panen,” katanya. Pada tahun ini, harga bibit tembakau per bibit mencapai Rp 60. Harga tersebut tergolong lebih mahal dari tahun 2008 yang hanya senilai Rp 15/bibit. Mahalnya harga bibit tersebut adalah akibat sering gagalnya petani saat melakukan penyemaian akibat masih adanya hujan. Dikatakannya, meskipun mahal dan ketersediaan bibit saat awal musim tanam terbatas, namun kenyataannya mayoritas kebutuhan bibit pada areal perkebunan tembakau dapat dipenuhi. Di Madura, sebagian petani telah memanen tembakaunya sejak awal Juli lalu. Jika musim tanam serempak, kemungkinan musim panen pada tahun ini baru akan berlangsung awal September mendatang. Tahun 2009 rencana permintaan atau kebutuhan tembakau oleh pabrik rokok (PR) besar di Jawa Timur dipastikan turun hingga 30% dibandingkan 2008. Tahun 2009, berdasarkan data kebutuhan tembakau oleh beberapa PR besar jumlah permintaannya hanya 51.005 ton atau 61.470 ha. Dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 76.045 ton atau 92.060 ha, jumlah tersebut relatif padahal pertahun rata-rata hasil produksinya berkisar 85.000-100.000 ton. Dibandingkan tahun 2008, total permintaan tembakau oleh gudang dan pabrik rokok (PR) 76.045 ton. Dari total kebutuhan itu, lahan yang dibutuhkan untuk pengembangan tanamannya hanya 92.061 ha. Tembakau-tembakau itu berjenis Voor Oogst atau yang tumbuh dan panen saat musim kemarau, sedangkan yang Naoogst atau yang panen saat musim penghujan total kebutuhannya sekitar 8.000 ton. Tembakau Naoogst hanya tumbuh di Kabupaten Jember. Permintaan tembakau ini adalah memenuhi kebutuhan luas negeri, seperti Brazil, Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa sebagai bahan rokok cerutu. Secara umum realisasi areal tembakau di Jatim selalu melebihi dari kebutuhan PR. Akibat menurunnya jumlah kebutuhan tersebut, pemerintah bersama APTI Jatim menyosialisasikan pada petani agar ledakan penanaman tembakau yang selalu terjadi dalam tiap tahunnya tidak kembali terjadi. Meski permintaan PR besar turun, namun pemerintah dan petani masih memiliki harapan agar harga jual tidak jatuh, yakni mengandalkan PR kecil yang hingga kini di Jatim jumlahnya mencapai 1.000 pabrik. Dari rata-rata produksi mencapai 85.000-100.000 ton, 25-30% nya biasanya terserap oleh PR kecil. ”Meski kadang-kadang terjadi ledakan produksi, namun keberadaan tembakau pada akhir musim panen selalu habis,” ujarnya. Rincian kebutuhan tembakau oleh PR besar, meliputi jenis Virginia 5.800 ton dengan proyeksi lahan 7.250 ha, Jawa 10.285 ton pada lahan 11.317 ha, Kasturi 4.700 pada lahan 3.917 ha, Madura 17.800 ton pada lahan 29.667 ha, Paiton 9.000 ton pada lahan 6.923 ha, White Burley 3.370 ton pada lahan 2.247 ha, Lumajang Voor Oogst 150 ton pada lahan 150 ha. Data APTI Jatim menyebutkan, kontribusi areal tembakau di Jatim terhadap nasional rata-rata 53% dari tahun 2001-2007. Nilai investasi petani tembakau di Jatim mencapai Rp 682 miliar dengan menyerap tenaga kerja sekitar 27.703.250 orang dengan kontribusi cukai rokok terhadap nasional sebesar 78%. Tahun 2007, jumlah pabrik rokok di Jatim sebanyak 1.367 unit dengan produksi 169 miliar batang per tahun.

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait