Sabtu, 27 April 2024

Pecel Mengilhami Batik Murni Madiun

Diunggah pada : 27 Desember 2016 11:03:47 365

Rasanya hampir semua orang Indonesia khususnya mengenal makanan berjuluk “pecel”. Ini makanan berisi sayur-sayuran seperti tauge/cambah, kacang panjang, bunga turi dan daun singkong lengkap dengan guyuran bumbu kacang gurih manis serta pedas. Nikmatnya makanan asli nusantara ini ternyata mampu menginspirasi karya seni batik.  

Di mata Sri Murniyati, pemilik Batik Murni Kabupaten Madiun, pecel tidak melulu makanan khas daerah. Lebih dari itu, pecel merupakan inspirasi untuk menciptakan berbagai kreativitas unik. Ia menuangkan inspirasinya  ke lembaran kain batik.

            Wanita 48 tahun yang biasa dipanggil Murni ini mengaku, sejak 2011 lalu mendapatkan inspirasi dari kuliner tradisonal daerahnya untuk menciptakan karya berupa kain batik Pecel Madiun.

“Saua menciptakab kain batik bermotif berbagai bahan yang digunakan untuk membuat kuliner pecel, seperti kacang panjang, daun singkong, bunga turi, kacang tanah, cabai, dan lainnya,” tuturnya.

            Berbagai bahan pecel ini seluruhnya tertuang dalam batik Pecel Madiun. Dibuat dalam berbagai variasi sehingga tidak monoton serta enak dilihat. Selain motifnya dari bahan-bahan kuliner pecel, Murni juga mengembangkan motif dengan tema serupa yaitu motif pecel pincuk atau wadah pecel yang terbuat dari daun pisang.

“Madiun kan terkenal dengan pecelnya dan selama ini belum ada yang mengembangkan pecel ini jadi motif kain batik,” katanya.

            Menurut Murni, kain batik bermotif pecel saat ini menjadi salah satu pilihan sebagai souvenir khas di Madiun. Dengan begitu, ketika ada wisatawan baik lokal maupun mancanegara berkunjung ke Madiun bisa membawa batik bermotif pecel ini sebagai buah tangan.

            Warna kain biasanya gelap dengan gambar motif berwarna sesuai dengan warna daun-daunan. Bahan pewarna yang digunakan juga alami dari daun-daunan.Saat ini batik karyanya banyak diburu orang. Kalangan instansi pemerintah dan swasta menggunakannya sebagai seragam kerja. Pasarnya sudah menjamah Malang, Blitar, Jakarta, dan Bandung. Harganya dipatok Rp125.000/potong hingga jutaan rupiah per potong, tergantung bahan dan kerumitan motif.

“Omzet perbulan rata-rata saat ini mencapai Rp20-30 juta,” katanya seraya menunjukkanmotif lainnya seperti madu mongso.

 

 

Mendidik Mahasiswa

Eloknya, dalam upaya mengembangkan batik khas Madiun ini, Murni juga melibatkan warga danmemberdayakan mahasiswa untuk berkreasi dan belajar mandiri.“Membatik itu kan membutuhkan ketelitian dan ketelatenan. Menurut saya, mahasiswa itu jika dibimbing bisa telaten. Biasanya mereka membatik di rumah produksi saat tidak ada jam kuliah,” ujarnya.

            Hasil bumi dan kejayaan yang pernah ada di Kota Madiun juga menjadi inspirasinya untuk membuat motif, di antaranya Batik Seger Arum. Ia menjelaskan, Seger diambil dari hasil bumi Kota Madiun yang dulu bisa dibanggakan yaitu Jeruk Nambangan. Namun sayang, kini sulit didapat karena minimnya lahan untuk menanamnya.

Sedangkan Arum, terinspirasi dari keris Tundung Madiun yang merupakan senjata milik pendiri Kadipaten Madun. Keris yang selalu dililit bunga melati yang dironce dan menyebarkan bau harum.

            "Keduanya digabung hingga terbentuklah motif Seger Arum. Segarnya berasal dari Jeruk Nambangan dan arumnya dari harum bunga melati," tutur Murni.

            Untuk membuat satu lemar batik tulis, dibutuhkan waktu hingga empat hari. Dimulai dari tahap perebusan kain calon batik dengan tawas, tahap desain, pewarnaan, hingga penjemuran."Batik adalah budaya kita yang telah diakui dunia. Maka sudah sepantasnya, sebagai bangsa Indonesia untuk menjaga dan melestarikannya," ucapnya.

Di rumah produksinya yang sederhana di Jalan Halmahera Madiun, Murni dibantu 13 karyawannya terus berkomitmen untuk melestarikan budaya bangsa berupa batik.(hjr)

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait