Kamis, 25 April 2024

Tidak Tergantung PLN, Ponpes Walibarokah Kediri Punya PLTS

Diunggah pada : 17 Mei 2019 17:16:40 94

Jatim Newsroom – Pondok pesantren Walibarokah Kediri punya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) bantuan dari Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), untuk mengurangi ketergantungan listrik PLN.  

 

Ketua DPP LDII, Prasetyo Sunaryo Jumat (17/5) mengatakan, selama ini pondok pesantren masih tergantung PLN, akibatnya beban biaya yang ditanggung terus meningkat seiring dengan besarnya pemakaian listrik.

 

"Berkacara dari hal tersebut DPP LDII melakukan terobosan berupa pembangunan PLTS sendiri. Sebagai tahap awal dibangung di Ponpes Wali Barokah kota Kediri," kata Prasetyo Sunaryo.

 

Pengembangan PLTS yang terbesar di Indonesia untuk Ponpes ini, dikatakan Prasetyo merupakan bentuk pemanfaatan dan penerapan energi baru terbarukan (EBT) sesuai dengan rencana jangka panjang organisasi.

 

"Ponpes yang menggunakan sebesar PLTS ini yang pertama di Indonesia. Ini wujud paradigma khusus tidak cukup dengan cara pandang perbandingan harga saja. Pendayagunaan EBT komparasinya bukan terhadap harga BBM, tetapi harus terhadap pengandaian apabila terjadi kelangkaan energy BBM. Ini yang menjadi pemahaman organisasi yang kita terapkan," tambah Prasetyo.

 

Pimpinan Ponpes Walibarokah, KH Soenarto mengaku pihaknya ingin mensyukuri anugerah Allah berupa sinar matahari, untuk menjadi energi listrik untuk menerangi pondoknya. Sehingga terjadi penghematan biaya pengelolaan pondok secara signifikan.

 

“Untuk kedepannya ada pemikiran menjadikan Ponpes ini, sebagai wisata religi dan edukasi teknologi PLTS. Sehingga menginspirasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam penerapan Energi Baru Terbarukan,” kata pria asal Klaten tersebut.

 

PLTS yang dibangun instalasinya di ponpes tersebut berukuran 40 m x 41 m. Menurut pakar PLTS, Horisworo, dengan pertimbangan untuk memberikan manfaat yang lama, maka dana yang terkumpul secara gotong royong warga LDII tersebut dibelikan panel surya (Solar Cell) yang premium grade buatan Kanada.

 

“Maka harganya, termasuk peralatan penunjangnya mencapai Rp.10,1 Milyar. Tapi potensi umat yang besar ini harus diwujudkan dengan membeli yang premium grade buatan Kanada. Sayang bila hanya beli buatan Cina yang harganya lebih murah,dengan garansi 25 tahun, maka jatuhnya malah lebih efisien,” kata Horisworo. (hjr)

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait