Jatim Newsroom - Kebijakan pemerintah baru terkait penyediaan makanan gratis bagi siswa sekolah menuai banyak perhatian masyarakat, salah satunya dari pihak akademisi. Seorang mahasiswa Magister Inovasi Layanan dan Kebijakan Publik Sekolah Interdisiplin Manajemen dan Teknologi (SIMT) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, bernama Doddi Trisna Nugraha, memaparkan ide gagasannya terkait perubahan gastronomi berbasis energi untuk mengintegrasikan kebijakan pemerintah demi keberlanjutan generasi emas 2045.
Paparan tersebut disampaikan Doddi pada rangkaian acara CEO Talks 2024 yang digelar Pusat Kajian Kebijakan Publik Bisnis dan Industri (PKKPBI) Direktorat Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat ITS bekerja sama dengan Asosiasi Dosen Integrator Desa (ADIDES) dengan tajuk 'Menggagas Indonesia Macan Asia, melalui Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi dan Ketahanan Energi' pada Rabu (11/9/2024) di Surabaya.
Dalam keterangannya yang dikonfirmasi pada Kamis (12/9/2024), Doddi menjelaskan, materi yang dipaparkannya berjudul 'Transformasi Gastronomi untuk Masa Depan : Mengintegrasikan Kebijakan Energi Bersih demi Keberlanjutan' adalah sebuah gagasan untuk gastronomi atau pengolahan Makanan Sehat berbasis Energi Bersih dan Pemberdayaan Masyarakat
"Kalau kita bicara tentang energi bersih, transisi energi bersih, itu kan sebenarnya bukan hal yang baru. Nah sehingga tentu saja pola fikir kita itu bukan pola fikir yang fundamental, paham terkait dengan keberlanjutan. Di sini saya mencoba menawarkan sebuah gagasan, kenapa kita tidak melakukan intervensi mulai dari kecil, mulai dari SD. Jadi dengan program makan siang bergizi yang ditawarkan oleh pemerintah baru nantinya di bulan 10, itu sebenarnya kita punya peluang yang sangat besar. Artinya peluang anak-anak SD itu bukan hanya sebagai objek dari program makan siang bergezi, tapi mereka sebagai pelaku," jelas Doddi.
Lebih lanjut, Doddi menerangkan, misalnya di sekolah para siswa bisa pelihara ayam ataupun, bertanam. Harapannya makanan yang dimakan para siswa itu bukan hanya mendapatkan makanan saja tapi mengusahakan mengolah makanannya supaya aman dan bersih. "Tentunya di sini juga kita kaitkan dengan bukan cuma dari sisi pertanian aja, tapi juga pengolahannya, pengolahan makanannya. Itulah yang namanya gastronomi. Jadi gastronomi itu ada ilmu atau seni dalam mengolah makanan. Sehingga ketika mereka aktif, bukan hanya sebagai objek dari program makan siang bergizi itu, kita juga memberikan pemahaman mereka terkait dengan ketahanan nasional, khususnya pangan dan energi," terang Doddi.
Mahasiswa SIMT-ITS yang diketahui juga praktisi green sustainability enterpreneur itu menjelaskan, selain memberi pemahaman terkait ketahanan nasional juga memberi pemahaman terkait keberlanjutan, untuk meningkatkan kemampuan para siswa dalam kecakapan hidup.
"Karena kita tahu selama ini, untuk anak-anak sekolah itu umumnya mereka itu lebih keberatannya di akademik. Tapi kecakapan hidupnya tidak pernah diajak mengolah makanan, menghasilkan sumber-sumber makan yang akan mereka makan. Artinya dengan kita mulai dari kecil, mulai dari SD, ini bisa membentuk sebuah karakter yang ketika dilakukan secara bersamaan akan membentuk sebuah budaya. Sehingga tujuan Indonesia Emas di 2045 terkait dengan ketahanan dan keberlanjutan itu bisa kita capai," papar Doddi.
Menurut Doddi yang diketahui juga seorang pakar homeschooling ini mengatakan, program makan siang bergizi, bukan cuma menyelesaikan masalah stunting saja. Tapi juga membentuk karakter bangsa yang paham terkait dengan ketahanan keberlanjutan. Gagasan Doddi ini juga bisa dikatakan dapat mendukung terkait program pemerintah akan food loss dan food waste (program ketahanan pangan dan stop boros pangan).
"Karena dengan keberlanjutan tadi kan intinya pada saat mereka mengolah makanan, ada sampah. Sampah itu akan kita ajarkan juga bagaimana cara mengolahnya," tukasnya.
"Contoh misalnya saat ini ya kebetulan saya praktisi di homeschooling, unschooler juga, pendidikan non-formal. Jadi anak-anak itu kita ajarkan untuk memelihara maggot yang merupakan larva lalat, untuk mengonsumsi hampir 30 kg sampah organik per bulan. Ini sangat besar sekali, karena masalah utama kita tekan sampah ini bukan cuma sampahnya saja, tapi pemilahannya. Ketika sampah organik dan organik itu diolah dengan baik," sambung Doddi.
Melalui gagasannya ini, Doddi menilai lenting sekali dilakukan pembangunan budaya keberlanjutan sejak dini untuk ketahanan nasional.
"Karena nanti mereka ini yang akan menjadi tonggak atau fundamental dari Indonesia Emas di 2045. Artinya ketika kita siapkan dari sekarang, apalagi tahun ini 2024 untuk tahun 2045 mendatang yang 20 tahun lagi. Sehingga kebijakannya saya harapkan dapat dipenuhi dan terintegrasi untuk membudayakan gastronomi bagi generasi penerus sejak dini demi menuju Indonesia Emas 2045," pungkasnya. (vin/hjr)