Rabu, 4 Desember 2024

Dosen UB : Atasi Lahan Pertanian Berkurang, Tingkatkan Intensitas Pertanian

Diunggah pada : 17 Oktober 2018 9:19:27 72

Jatim Newsroom – Akademisi Universitas Brawijaya Malang mencoba memberikan solusi terkait berkurangnya lawan pertanian. Padahal, kebutuhan pangan khususnya beras semakin meningkat.

Dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (UB) Dr. Setyono Yudo Tyasmoro,mengatakan untuk mengatasi masalah tersebut, strategi yang harus dijalankan adalah dengan intensifikasi atau upaya meningkatkan hasil pertanian tanpa memperluas lahan pertanian yang telah ada, serta ekstensifikasi atau pencetakan areal sawah baru.

"Intensifikasi ditempuh dengan cara meningkatkan intensitas penanaman pada lahan sawah eksisting melalui perbaikan infrastruktur irigasi, sehingga lahan yang selama ini ditanami setahun sekali bisa ditingkatkan menjadi dua kali setahun dan lahan sawah yang selama ini ditanami dua kali setahun bisa ditingkatkan menjadi tiga kali setahun," katanya, Rabu (17/10). 

Selain peningkatan intensitas pertanaman, pemerintah melakukan upaya-upaya pencarian lahan baru untuk dicetak menjadi sawah. Menurutnya, pemerintah saat ini memiliki Program Nawacita.

"Program Nawacita, dimana pemerintah mencanangkan pencetakan sawah baru seluas 1 juta hektare dalam kurun waktu 5 tahun dari 2015 hingga 2019 nanti. Selain untuk peningkatan produksi pangan, program ini sekaligus untuk mengimbangi laju alih fungsi lahan yang terus meningkat," katanya.

Nah, mengenai program ini, sepertinya masih jauh dari target. Berdasarkan catatan dari Ditjen Prasarana dan Sarana Pertani 2018, dalam kurun waktu 3 tahun (2015-2017), pemerintah mencetak 210.261 Ha sawah baru. Sedangkan targetnya adalah 200.000 Ha pertahun.

Nah, hal tersebut dikarenakan kebanyakan lahan yang masih ada adalah lahan yang masam. Jika tingkat keasaman tinggi maka kesuburannya rendah. Masam sendiri diindikasikan dengan vegetasi alang-alang. Menurut Guru Besar FP UB Prof. Dr. Ir. Syekhfani, MS, tanah masam kebanyakan ada di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, hingga Irian Jaya. Karena tanah yang masam, alang-alang di sana menjadi dominasi. Berbeda dengan Jawa yang subur, makmur, gemah ripah loh jinawi.

"Alang-alang tidak ada manfaatnya. Kita tidak bisa menuai hasil alang-alang. Alang-alang harus berubah menjadi padi. Kalau mengubah alang-alang jadi padi maka arealnya diganti menjadi sawah. Pada saat disawahkan tanahnya diperbaiki supaya tanaman padi yang tumbuh," paparnya.

Oleh karena itu, dalam diskusi tersebut dikatakan diperlukan rekayasa teknologi yang sangat mungkin dilakukan pada lahan sawah baru, salah satunya dengan upaya pemberian material kesuburan lahan berupa dolomit. Kebutuhan dolomit pada lahan-lahan bukan baru yang ideal adalah 4 ton perhektar. (mad)

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait