Selasa, 19 Maret 2024

Cerita Sukses Program OPOP dari Kopi Bikla Jember

Diunggah pada : 22 Juni 2022 16:41:46 368
Sumber Foto: Diskop-UKM Jatim

Jatim Newsroom – Model pengembangan ekonomi masyarakat berbasis pesantren melalui program One Pesantren One Product (EKO TREN-OPOP) terus membuahkan hasil, salah satunya cerita sukses dari pondok pesantren (ponpes) Ihyaus Sunnah AL Hasani di Jember. 

Berawal dari tahun 2019, dengan niat untuk mengembangkan pondok Ihyaus Sunnah AL Hasani, Imam Bukhori memproduksi Kopi Bikla sebanyak 5kg/minggu saat itu.  Merk Bikla merupakan singkatan dari Barokah Ibrahim Kopi Lereng Argopuro. 

Imam Bukhori menjelaskan bahwa dirinya adalah alumni Pondok Sukorejo sehingga ingin mendapat keberkahan dari Ibrahim yaitu pendiri dan pengasuh pesantren. Sementara penggunaan Lereng Argopuro untuk mengangkat merek lokal. 

Sebelum adanya Bikla, kopi di lokasi ini dikelola setengah matang menjadi bahan setengah jadi untuk diekspor ke luar dan diberi berbagai merek kemudian dikembalikan ke Indonesia dengan harga yang lebih mahal. 

“Sebagai penduduk asli di sini, saya merasa harus melakukan sesuatu dengan meningkatkan pendapatan masyarakat. Selain itu, mengedukasi masyarakat untuk dapat menghargai produk sehingga petani tidak meproduksi biji kopi asal-asalan sehingga terjerat sistem ijon,” ujar Bukhori, Rabu (22/6/2022). 

Gayung bersambut, lanjutnya, Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada tahun 2019 menggagas program EKO-TREN OPOP. Program ini ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat berbasis pondok pesantren melalui pemberdayaan santri, pesantren, dan alumni pondok pesantren. 

Bukhori pun mendaftarkan ponpesnya untuk mengikuti program tersebut. Dari situ, Ia mendapatkan pendampingan fasilitasi kelembagaan melalui pendirian Koperasi Pondok Pesantren (koppontren). Selain itu, ada peningkatan kualitas produk melalui fasilitas halal dan merek, serta aspek pemasaran melalui desain kemasan, pemasaran digital, serta peningkatan sumber daya manusia pada tahun 2020. 

“Selanjutnya pada tahun 2021 diberikan akses pembiayaan melalui stimulus hibah 50 juta rupiah untuk pembelian alat produksi Kopi Bikla,” terang Bukhori. 

Ia menerangkan, saat ini Kopi Bikla mengalami peningkatan kuantitas produksi menjadi 2-5 ton/minggu karena produk ini memiliki ciri khas yaitu sebagai obat dan dapat diterima di pasar. 

“Sekarang ada sekitar 20 orang yang bekerja di Bikla sebagai tenaga produksi, bahkan sempat 30 orang, baik dari unsur masyarakat maupun alumni pesantren. Dengan adanya kerja sama pemasaran dengan 3 perusahaan besar, insyaallah dapat menyerap tenaga kerja sampai 50 orang,” tutur Bukhori. 

Kopi Bikla pun telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Biji kopi masyarakat dihargai Rp3000,00 lebih mahal dari harga pasar. “Misalkan ada harga kopi Rp24.000,00 dibeli oleh Bikla dengan harga Rp27.000,00. Jika Rp21.000,00, saya ambil Rp24.000,00, bahkan pernah di harga Rp28.000,00 perkilonya,” paparnya.  

Saat ditanya mengenai kerugian jika membeli dengan harga seperti itu, Bukhori menjawab “Kalau saya jual dengan greenbeen atau setengah matang jelas rugi. Karena ini menjadi sebuah produk, alhamdulillah ada nilai tambah di situ,” sambungnya. 

Bukhori meyakini bahwa ini adalah hal yang luar biasa dan harus terus dikembangkan. Dengan hadirnya Bikla, mampu mematok harga sedemikian rupa sehingga pendapatan masyarakat meningkat. 

“Dulu sebelum adanya Kopi Bikla, masyarakat sering merugi karena harga yang ditawarkan tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Selain itu, juga bisa mempekerjakan masyarakat sekitar serta alumni pesantren,” pungkas Bukhori. (idc)

#Pesantren #OPOP