Sabtu, 20 April 2024

Bayucaraka ITS Unjuk Diri di Kompetisi UAV Turki

Diunggah pada : 16 Agustus 2022 7:20:53 322
(dari kiri) Muhammad Farid Ni'am, Raflis Al Qhazali, dan Dwi Ari Setiawan, anggota tim LeonarDoro dari Bayucaraka ITS saat bersiap di arena lomba

Jatim Newsroom-Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali berkesempatan menunjukkan prestasi terbaiknya di ajang internasional. Kali ini, tim robot terbang Bayucaraka ITS berhasil menyabet dua gelar juara dalam kategori Fixed Wing pada ajang Tübitak International Unmanned Aerial Vehicle (UAV) Competition 2022 yang diadakan di Turki selama enam hari dan berakhir pada Minggu (14/8) kemarin.

Pembina tim Bayucaraka ITS Heri Suryoatmojo ST MT PhD menjelaskan bahwa Tübitak International UAV Competition telah diselenggarakan sejak 2016 lalu dan bertujuan meningkatkan kesadaran kaum muda akan kendaraan udara tak berawak (UAV). “Terdapat dua kategori yang dilombakan dalam kompetisi ini, yaitu Fixed Wing dan Rotary Wing,” terang Heri.

Dalam kompetisi bergengsi tersebut, ITS mengirimkan tim LeonarDoro sebagai perwakilan Bayucaraka ITS untuk berlaga di kategori *Fixed Wing* dan tim Soeromiber untuk kategori *Rotary Wing*. Masing-masing tim terdiri dari tiga orang mahasiswa. “Dari dua tim yang bertanding, tim LeonarDoro-lah yang berhasil menyabet dua penghargaan sekaligus, yakni Best Performance Fixed Wing Plane dan Originality Fixed Wing Plane," paparnya bangga. 

Lebih lanjut, Heri menjelaskan bahwa dalam kategori Fixed Wing, tim Bayucaraka ITS ini mendapatkan pujian dari para juri karena berhasil menampilkan kecepatan dan akurasi yang baik. Tak hanya itu, tim robot terbang kebanggaan ITS ini juga dituntut untuk membuat motor penggerak pesawat secara handmade, bukan hasil pabrik.

Seluruh tim dalam kategori Fixed Wing imbuh Heri, diharuskan menyelesaikan dua misi pada kompetisi ini. Pertama, pesawat tanpa awak tersebut wajib melakukan manuver membentuk angka delapan ketika terbang dengan waktu secepat mungkin. Selain itu, pesawat juga tidak diperbolehkan melewati batas yang telah ditetapkan juri. 

Sedangkan untuk misi yang kedua, setiap pesawat diminta untuk menjatuhkan suatu barang dari udara pada daerah sasaran yang telah ditentukan. Heri melanjutkan bahwa terdapat enam uji coba yang bisa dilakukan oleh semua tim yang berlaga sebelum tahap final. “Masa percobaan tersebut dibuat agar setiap tim dapat memaksimalkan performanya,” tutur Heri.

Selain ITS, lanjutnya, terdapat tiga perwakilan lain yang berasal dari Indonesia, yakni Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Riau (Unri). “Dan kami bersyukur karena berhasil menggondol kejuaraan sekaligus mengharumkan Indonesia di kancah internasional,” ungkap dosen Departemen Teknik Elektro ITS tersebut bangga.

Sementara itu, ketua tim LeonarDoro Raflis Al Qhazali mengatakan bahwa tahapan kompetisi ini dimulai sejak Februari lalu dan melewati proses panjang. Pertama, tim Bayucaraka diminta memberikan konsep desain ke pihak Tübitak. Setelah dinilai layak untuk dilombakan, tim Bayucaraka harus mendetailkan kembali konsep desain tersebut sekaligus melakukan pengembangan pada pesawatnya. “Setelah lolos, kami harus melakukan development kembali selama satu bulan sembari menyiapkan final,” paparnya.

Ketika disinggung mengenai kendala, Raflis merasa banyak tantangan yang mereka hadapi selama mengikuti kompetisi ini. Pasalnya, waktu pengerjaan yang sempit dinilai tak cukup untuk memaksimalkan performa motor penggerak _handmade_. “Namun kami merasa cukup puas dengan upaya yang telah kami berikan dalam pengerjaan motor penggerak ini,” ucapnya.

Meski sempat vakum dan tak membawa pulang juara selama dua tahun terakhir, Raflis menilai bahwa tahun ini merupakan titik balik bagi Bayucaraka ITS dan berharap bisa meraih gelar juara pertama di tahun mendatang. “Kami akan terus mengevaluasi diri dan berupaya mengembangkan kembali pesawat tanpa awak ini,” pungkasnya. (mad)

#its