Masyarakat Jawa Timur boleh bangga karena Provinsi Jawa Timur terpilih sebagai percontohan dalam pelaksanaan wajib belajar 12 tahun. Pemilihan ini didasari berbagai capaian prestasi terutama dalam bidang pengembangan sumber daya manusia (SDM).Namun realitasnya belum seperti yang diharapkan. Terbukti masih banyak kabupaten di Jawa Timur yang belum siap melaksanakan program wajib belajar 12 tahun. Masih ada sembilan kabupaten yang memiliki Angka Partisipasi Kasar (APK) yang rendah. Di antaranya Bangkalan, Sumenep, Pamekasan, Sampang, Situbondo, Probolinggo, Jember, Banyuwangi, dan Kabupaten Malang.Wajib belajar telah dicanangkan semenjak pemerintahan Orde Baru dengan penekanan pada pendidikan dasar sembilan tahun. Pelaksanaannya disadari karena rendahnya tingkat Indek Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia, bila dibanding negara lain. Indonesia kalah jauh dibandingkan dengan Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, bahkan Pilipina. Jawa Timur sebagai pilot project wajar 12 tahun. Program wajar dikdas 9 tahun tuntas bersamaan dengan empat provinsi dengan APK tertinggi, yakni DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Bali, dan Nanggroe Aceh Darussalam. Jatim masih mempunyai kendala buta aksara yang harus segera dituntaskan. Padahal Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan di Jatim sudah baik, hanya buta aksara yang belum terselesaikan.Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik), pada 2003-2004, lebih dari 4,5 juta penduduk buta aksara. Di antara jumlah itu, 744 ribu adalah penduduk usia 15-45 tahun, 383 ribu penduduk usia 45-65 tahun, dan sisanya 65 tahun ke atas. Tahun itu, Jatim di urutan pertama sebagai provinsi berpenduduk buta aksara terbanyak di Indonesia.â€Buta aksara pada usia 55 tahun ke atas harus segera diselesaikan,†kata Gubernur Jawa Timur, Dr Soekarwo usai upacara memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2009 di Gedung Negara Grahadi Surabaya.Penggratisan BiayaTingginya angka buta aksara secara umum disebabkan oleh lima faktor, yakni tingginya angka putus sekolah dasar (SD), beratnya kondisi geografis Indonesia, munculnya penyandang buta aksara baru, pengaruh faktor sosiologis masyarakat, serta kembalinya seseorang menjadi penderita buta aksara.Menurut Gubernur Soekarwo, jumlah masyarakat yang belum melek huruf sekitar 341 ribu jiwa. “Kenyataan ini menjadi tantangan tersendiri,†katanya seraya berharap angka buta aksara ini tidak sampai mengganggu program bidang pendidikan lain, terutama penggratisan biaya pendidikan. “Refleksi Hardiknas tahun ini adalah menggratiskan biaya pendidikan. Itu yang dituangkan dalam kebijakan kita. Menggratiskan biaya pendidikan adalah cerminan pemenuhan pelayanan dasar. Menjadi kewajiban pemerintah untuk menyediakannya. Dan itu (pendidikan, red) harus dibebaskan dari segala pungutan,†urainyaUjicobaUntuk merealisasikan cita-cita itu, Pemprov berupaya meningkatkan kualitas pendidikan dengan program sekolah gratis di tingkat sekolah dasar dan menengah pertama baik negeri dan swasta pada 2010. Untuk tahun ini, mulai Mei 2009 pemprov melakukan percobaan di dua daerah, Sampang dan Bondowoso. Dipilihnya dua daerah itu, karena keduanya tergolong daerah yang memiliki APK rendah atau kurang dari 95 persen dalam program wajar sembilan tahun.Saat ini Dinas Pendidikan Jatim telah mematangkan skema anggaran untuk menyekolahkan secara gratis siswa dari SD sampai tingkat SMP atau program wajib belajar (wajar) sembilan tahun.Untuk melakukan ujicoba itu, memang harus dilakukan terlebih dahulu sehingga pada anggaran 2010 diharapkan program ini bisa diterapkan ke seluruh wilayah Jatim. Tahun ini, APBD Jatim yang dialokasikan untuk dunia pendidikan cukup besar, hampir 20%. “Dengan dana yang cukup besar, tidak menutup kemungkinan Jatim akan mampu bangkit, masyarakat yang cerdas pastinya dapat membantu membangun Jatim jadi lebih baik. Pendidikan gratis sembilan tahun nantinya akan diberlakukan pada seluruh kab/kota di Jatim,†tambahnya.Ia menjelaskan, perbaikan kualitas pendidikan, 50% yang harus dilakukan adalah perbaikan kualitas SDM guru, 25% nya dari kurikulum, dan 25% nya lagi adalah perbaikan sarana dan prasarana. “Jika gurunya berkualitas, otomatis mampu mencerdaskan siswanya,†tuturnya.Perbaikan sarana dan prasarana juga dianggap perlu untuk menunjang rasa nyaman siswa saat belajar. Ruang belajar bagi siswa yang bersih dan kondusif untuk digunakan sebagai media belajar memang sangat diperlukan. Jika siswa nyaman dalam belajar, maka prestasi akan mudah diraih.Sementara itu, berdasarkan rancangan program yang telah dibuat oleh Dinas Pendidikan Jatim, pemberian jatah antara satu siswa dan siswa lain akan dilakukan secara variatif, disesuaikan dengan katagori wilayahnya.Selama proses uji coba pada dua kabupaten terus berlangsung, pihaknya juga akan terus melakukan koordinasi dengan pemkab/pemkot seJatim untuk dapat membantu realisasi sekolah gratis.Pakde Karwo menjelaskan, untuk penerapan sekolah gratis sembilan tahun tidak hanya dilakukan pada sektor pendidikan umum saja, melainkan juga pada sektor sekolah agama atau pesantren yang menyelenggarakan pendidikan sembilan tahun. Anggaran untuk program sekolah gratis ini diestimasikan Rp 1,3 triliun. Dana tersebut, nantinya ditambahkan dengan adanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah pusat.Anggaran bisa dengan cara sharing antara pemprop dan pemkot/pemkab. Dalam hal ini, pemprop akan menanggung 60% atau sekitar Rp 816,920 miliar sedangkan sisanya ditanggung pemkot/pemkab yakni sebanyak 40% atau sebesar Rp 544,617 miliar.Melalui pembagian dana, ia sangat optimistis seluruh anak berusia tujuh sampai 15 tahun bisa mengenyam sekolah secara gratis. ''Ya, program ini memang untuk semua kalangan, khususnya bagi kalangan keluarga miskin atau yang kurang mampu,'' ungkapnya.
Tidak ada berita terkait