Kamis, 25 April 2024

Sistem Prisma Geomembrane Atasi Masalah Kelangkaan Garam Nasional

Diunggah pada : 12 Agustus 2017 18:48:40 215

Jatim Newsrom- Kelangkaan garam dan naiknya bahan pangan tersebut sangat dirasakan oleh masyarakat. Untuk mengatasi hal itu, sejumlah petani garam di Desa Sedayu Lawas, Kecamatan Brondong, Lamongan dan produsen plastik PT Kencana Tiara Gemilang (KTG), serta Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang melakukan percobaan sistem prisma garam.

Uji coba prisma garam adalah memanfaatkan iklim laut dalam proses evaporasi garam sekaligus meningkatkan kualitas garam. Sehingga, produktivitas atau masa panen bisa naik 3-4 kali dalam setahun.

“Akhir-akhir ini kita langka garam, padahal kita dikelilingi lautan, sesuatu yang seharusnya tidak terjadi,” kata General Manajer PT. Kencana Tiara Gemilang (KTG), Eliana Widijansih, Sabtu (12/8).

Menurutnya, Indonesia yang kaya akan laut seharusnya mampu menjadi produsen garam dalam negeri. Namun di negeri ini mengalami kelangkaan garam dalam beberapa pekan terakhir. Fenomena yang tidak selaras dengan fakta bahwa Indonesia merupakan negara maritim yang di kelilingi lautan.

Faktor yang membuat produksi garam tidak maksimal, yaitu Indonesia memiliki iklim laut. Iklim tersebut mendatangkan hujan yang bersifat lembab, sehingga berpotensi mengalami musim hujan berkepanjangan.

Faktor hujan yang terus-menerus di Indonesia sudah menjadi penghambat terbesar bagi petani garam dalam proses pembuatan garam, sehingga produktivitas garam dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan garam nasional.

Untuk itu, kata Eliana, perlu sebuah terobosan teknologi agar produksi garam bisa optimal, salah satunya dengan , sistem rumah garam prisma.

“Kami mulai penelitian 2016, bersama Pak Aripin (petani prisma garam Aripin Jamian, dan dengan Brawijaya,” ujarnya.

Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan beserta Pusat Studi Pesisir dan Kelautan Universitas Brawijaya, melakukan penelitian dan percobaan Sistem Prisma Garam di lahan milik Aripin Jamian.

“Kita bisa memanfaatkan iklim laut dalam proses evaporasi garam sekaligus meningkatkan kualitas garam sehingga produktivitasnya bisa naik 3 sampai 4 kali lipat dalam setahun dengan kualitas yang jauh lebih bersih,” tuturnya

Lebih jauh, Eliana mengungkapkan, sistem prisma garam adalah modifikasi dari sistem greenhouse untuk kepentingan evaporasi air laut menjadi kristal garam dengan memanfaatkan angin dan humiditas udara.

“Material prisma garam menggunakan plastik Geomembrane yang khusus di desain untuk kepentingan evaporasi garam yang mampu menangkap panas udara secara maksimal untuk mempercepat proses evaporasi,” tutur Eliana.

Tak hanya itu, dikatakan Eliana, prisma garam juga mampu melindungi air tua dari resiko curah hujan yang tinggi dan mampu mengeliminasi kotoran dan debu yang menempel di kristal garam.

“Juga nampu menangkap uap air yang bisa dimanfaatkan untuk air minum atau agriculture di daerah kering,” katanya.

Kelebihan lainnya, sistem prisma garam menghasilkan garam sangat bersih dengan rasa gurih alami yang tidak bisa didapatkan dari garam yang melalui proses cuci dan giling biasa.

“Kita semua berharap ke depannya Indonesia bisa swasembada garam, bahkan bisa export garam.

Garam bisa menjadi sumber devisa negara bahkan dengan spesifikasi unik Indonesia yang tidak dimiliki negara lain,” ujar Eliana.

berdasarkan data Kementrian Kelautan & Perikanan produksi garam tahun ini ditarget 3,1 juta ton. Tapi, kenyataannya baru mencapai 114 ribu ton. Sedangkan tahun lalu produksi garam mencapai 2,4 juta ton.

Dari semua itu, jika petani garam menggunakan metode sistem prisma garam. Hasilnya, perhari diklaim bisa menghasilkan panen 50 kilo dalam 1 hektar. Dalam setahun petani garam mampu menghasilkan panen garam 3 hingga 4 kali panen.

"Asal kalau dikelolah dengan baik seharusnya Indonesia bisa mengekspor. Bukan sebaliknya malah impor," ungkap Eliana.

Sementara itu, Arifin Jamian petani garam yang menggunakan sistem prisma garam mengatakan, dirinya sejak 2014 sudah menerapkan sistem ini. Hasilnya, panen pertama mampu menghasilkan garam industri yang memiliki ketebalan 10 cm.

"Sebulan bisa dipanen lebih dari dua kali. Jadi yang menentukan baik buruk kualitas garam tergantung orangnya bukan lahannya. Kami bisa panen 400 ton per hektar dalam setahun," katanya.

Wakil Dekan Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan Unibraw Malang, Guntur menyatakan percobaan sistem prisma garam ini bisa dijadikan contoh bukan hanya sebentar. Tetapi akan terus diteliti dan diamati setiap saat dengan melibatkan mahasiswa. Termasuk irigasinya juga. "Mahasiswa di fakultas kami libatkan secara langsung agar penelitian ini bisa dikembangkan lagi," tandasnya. (jal)

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait