Sabtu, 20 April 2024

SENTA 2018, Bahas Kedaulatan Pangan dan Energi

Diunggah pada : 6 Desember 2018 21:00:20 15

Jatim Newsroom - Dunia maritim bagi Indonesia merupakan kekayaan sumber daya alam yang harus dikelola secara maksimal untuk pemenuhan kebutuhannya sendiri dalam berbagai bidang, termasuk pangan dan energi. Membahas teknologi maritim untuk kedaulatan pangan dan energi, Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menghelat Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi (SENTA) di Gedung Riset Center Rabu Kemarin.

Seminar tahunan yang ke-18 ini merupakan sebuah wadah forum bagi para peneliti dan engineer dalam bidang teknologi maritim baik dari Indonesia maupun mancanegara. Diawali dengan seminar berskala nasional pada 2001, SENTA diperluas menjadi seminar berskala internasional sejak tahun 2016. Berbagai narasumber kompeten dari luar negeri pun didatangkan sebagai pembicara pada seminar ini. 

Dihelat selama dua hari, SENTA 2018 menghadirkan lima pembicara kunci. Yakni Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Prof Ir Syarif Widaja PhD dan Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Harris ST MT yang didapuk sebagai pembicara di hari pertama. Serta Prof Ikegami Yasuyuki dari Institute of Ocean Energy Saga University, Prof Kungyen Lee dari Ocean Engineering of National Taiwan University, dan Sekretaris Jenderal Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Dr Chairil Abdini yang akan mengisi di hari kedua.

Dijelaskan oleh Nur Syahroni PhD, Ketua Pelaksana SENTA2018, bahwa tema teknologi maritim dalam kedaulatan pangan dan energi diangkat karena potensi Indonesia dalam sumberdaya pangan dan energi sangatlah besar. Pengelolaan yang baik diperlukan agar Indonesia tidak selalu bergantung dengan negara lain sebagai pemasok energi dan pangan.

Jika hal ini tidak dilakukan, lanjut Syahroni, maka Indonesia tidak akan dapat maju bersaing dengan negara-negara lainnya. “Upaya peningkatan kedaulatan pangan dan energi ini melalui pengembangan teknologi maritim yang mendukung pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia,” terang Ketua Pusat Studi Kelautan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITS ini.

Sementara itu, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM, Harris ST MT menerangkan bahwa dalam sektor maritim, pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM telah melakukan beberapa upaya pengembangan pilot project energi laut.

“Pilot project yang merupakan kegiatan proyek pengujian dalam rangka menunjukkan keefektifan dan dampak program yang dilakukan Ditjen EBTKE ini juga menggandeng beberapa pihak agar dapat berjalan lancer,” imbuhnya.

Di antaranya yakni kerjasama studi potensi pembangunan pilot project pembangkit listrik tenaga arus dengan Agence Francaise de Development (AFD) dari Prancis. Kemudian juga adanya kerjasama dengan Pemerintah Austria untuk membangun pilot project pembangkit listrik tenaga arus laut yang sedang dalam tahap diskusi terkait pendanaan.

Sedangkan dengan instansi dalam negeri, lanjut Harris, Kementerian ESDM dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berencana mengembangkan Pembangkit Listrik Energi Arus Laut yang berintegrasi dengan Jembatan Pancasila Palmerah di Selat Larantuka dengan kapasitas 30 Mega Watt dan investasi kurang lebih 215 juta USD.

Menurut Harris, untuk sektor kelautan ini Indonesia memang masih kurang dikembangkan dibanding sektor energi yang lain. Hal ini disebabkan karena pemanfaatan sektor kelautan sebagai sumber energi masih pada tahap pengembangan riset. Riset terkait juga sudah banyak dilakukan oleh banyak lembaga.

Hanya saja, kolaborasi antarlembaga riset yang masih kurang optimal dikembangkan, sehingga hasilnya masih kurang maksimal. “Suatu saat kita perlu pertemukan lembaga-lembaga ini, bahkan dengan pihak luar yang memiliki teknologi canggih,” ungkapnya.

Dalam sektor pangan dan kelautan, pemerintah telah banyak menerapkan teknologi terkini untuk menunjang program-programnya. Prof Syarif Widaja menerangkan, kini data perikanan dapat diperbarui setiap harinya melalui pantauan satelit untuk produksi Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI). Data ini yang selanjutnya akan digunakan oleh para nelayan tradisional melalui aplikasi Laut Nusantara. “Dengan begitu, nelayan akan dengan mudah mendapat informasi kawasan padat ikan sehingga memaksimalkan jumlah ikan tangkapannya,” ujarnya.

Selain itu, lanjut guru besar Teknik Kelautan ITS ini, ada juga sistem pemantauan laut menggunakan Radar Wakatobi yang merupakan sebuah sistem pengawasan laut terintegrasi yang berlokasi di Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi. Fungsi radar ini adalah mendeteksi elemen terapung yang dalam hal ini adalah kapal-kapal yang beroperasi disekitar radar sejauh radius 55,5 km.

Dengan mendeteksi material logam minimal 4 m2 di atas air serta memiliki pergerakan, data yang didapat adalah koordinat posisi, arah pergerakan, kecepatan target serta perkiraan ukuran target. “Sistem ini yang digunakan untuk mendeteksi kapal asing yang beroperasi di perairan Indonesia,” pungkasnya. (hjr)

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait