Sabtu, 20 April 2024

Kebun Apel Kota Batu Perlukan Revitalisasi

Diunggah pada : 19 April 2021 20:22:36 1584

Jatim Newsroom- Masalah utama di budidaya Apel Kota Batu adalah penurunan mutu lahan, harga buah apel yang tidak menentu dan akses permodalan bagi petani kecil masih sulit, serta peran kelembagaan petani belum maksimal.

Suhariyono yang pernah belajar ilmu tanaman atau Crop Science di Wageningen Belanda ini mengatakan: ,”revitalisasi apel Kota Batu perlu untuk menjadikan apel Batu kembali  menjadi ikon Kota Batu lagi, yang kini luas kebunnya sedang menurun,”katanya.

Penetapan harga pokok apel di tingkat petani harus diupayakan, pemerintah. Menurutnya dalam menetapkan harga pembelian terendah oleh pedagang harus mengacu pada harga pokok yang dikeluarkan oleh petani untuk menghasilkan buah tersebut.

“Nilai harga pembelian oleh pedagang minimal harus setara dengan harga pokok, tetapi sebaiknya lebih tinggi dari harga pokoknya agar petani tetap bergairah untuk memelihara dan mengembangkan  kebun apel,” tambahnya. Pemberian subsidi pada ssaat harga panen di bawah harga pokoknya layak dilakukan.

Sejak sekitar tahun 1980 hingga menjelang tahun 1990, produksi apel Kota Batu mengalami masa kejayaan. Selanjutnya, sejak krisis moneter pada tahun 1997 produksi apel cenderung menurun bahkan produksi yang dicapai pada tahun 2005 lebih rendah dibandingkan dengan tahun 1970an. Fenomena ini disebabkan antara lain oleh penurunan kusuburan lahan akibat pemakaian pestisida berlebihan, pemeliharaan yang kurang optimal, akibat naiknya harga sarana produksi, dan sebagian tanaman apel produktifitasnya menurun karena umurnya sudah tua.

Untuk mengatasi masalah tersebut, pada tahun 2006 didatangkan varietas baru batang atas dan batang bawah apel, selanjutnya pada tahun 2007 dan 2008 dilakukan peremajaan tanaman tua di beberapa lokasi, namun demikian hasil dari kegiatan tersebut pada saat ini masih belum dirasakan pengaruhnya secara nyata terhadap pemecahan masalah agribisnis apel di Kota Batu, karena varietas yang baru belum diketahui keunggulannya dibandingkan varietas yang sudah ada (Rome Beauty, Manalagi, dan Anna). Disamping itu, sebagian bibit untuk peremajaan mutunya kurang baik dan kegiatan peremajaan tanaman tidak diikuti dengan pengawasan teknologi sehingga perkembangan tanaman di lahan pada saat itu kurang memuaskan.

Wilayah Kota Batu berada pada ketinggian sekitar 500 hingga 1900 meter diatas permukaan laut (m dpl) yang sebagian besar merupakan dataran tinggi yang memlilki bentuk wilayah datar sampai berombak, berbukit sampai bergunung.

Tanaman apel di wilayah Kota Batu ditemukan mulai ketinggian sekitar 900 m dpl (Desa Tlekung Kecamatan Junrejo) hingga sekitar 1900 m dpl (Sumber Brantas), tetapi kawasan sentra produksi utama di wilayah Desa Tulungrejo, Sumbergondo, Bulukerto, dan Bumiaji terletak pada ketinggian sekiar 1000 – 1400 m dpl.

Desa Tulungrejo merupakan kawasan sentra produksi di ketinggian 1400 – 1250 m dpl yang didominasi apel varietas Manalagi dan Anna. Dibandingkan tanaman apel di kawasan lain, kondisi tanaman di wilayah Tulungrejo relatif lebih baik karena selain memiliki ketinggian tempat lebih tinggi juga tanah untuk usaha tanaman apel didominasi oleh tanah yang kesuburannya lebih baik.

Serangan Hama dan Penyakit

Menurut Ir Suhariyono, MBA dari BP Punten “usahatani apel di Batu ini antara biaya poduksi dengan hasilnya tidak sebanding petani selalu rugi,”katanya. “Masalah terakhir saat ini adalah busuk buah, tim sudah turun membantu Dinas Pertanian Kota Batu untuk menyelesaikan masalah petani tapi tidak tuntas,”imbuhnya.

“Menurutnya masalah utama bukan tanah tapi penyakit, tanah di batu sudah di pakai lebih dari 40 tahun ditanami apel saja dan petani jarang yang memberi pupuk organik atau pupuk kandang, analisa tanah rata-rata bahan organiknya menurun di bawah standar, artinya harus di beri bahan organik, perlu penambahan.”katanya.

Hasil pengamatan serangan hama dan penyakit yang ditenmukan di lahan antara lain Bercak daun, Embun tepung, Busuk buah, Kanker, dan |Jamur upas, semakin luas kepemilikan makin meningkat serangan penyakit Bercak daun dan Embun Tepung.

Secara umum status tanah yang digunakan oleh petani adalah lahan milik petani sendiri, sedangkan  untuk petani dengan luas lahan lebih besar dari 1 ha mereka gunakan sebagian lahan dengan cara menyewa, jarak tanam yang digunakan oleh petani cukup beragam yaitu berkisar antara 1,5 x 1,5 m sampai 3,5 x 3,5 m. Varietes yang ditanam oleh petani adalah Rome Beauty, Manalagi, dan Anna, namun demikian varietas manalagi tetap mendominasi sebagai jenis apel yang paling banyak diusahakan dengan alasan pemeliharaan apel Manalagi lebih mudah dan lebih murah biayanya dari pada menanam jenis lainnya.

Menurut Ir Suhariyono, MBA, “apel Anna yang pertama kali introduksinya pada saat itu oleh kepala LPH, saya kepala kebunnya, membawa apel dari Thailand jenisnya Anna ditanam disini yang bawa mata tempel diokulasikan di Kebun Percobaan Banaran, setiap petani yang lewat, melihatnya tertarik dan meminta entresnya, sampai saat ini jenis apel Anna lebih dari 800 ribu ada,”jelasnya..

Dalam pengelolaannya biaya yang dikeluarkan petani meliputi pembelian pestisida, tenaga kerja, pupuk dan biaya lainnya. Semakin sempit kebun yang dikelola, biaya pestisida semakin besar yang berarti bahwa efisiensi penggunaan pestisida pada kelompok petani kecil lebih rendah atau ada kecenderungan menggunakan pestisida secara berlebihan.

Pengelolaan kebun apel yang luasnya diatas 1 ha memiliki biaya rasio yang lebih rendah dibandingkan dengan pengelolaan kebun yang sempit, secara umum usaha tani apel yang dilakukan oleh petani apel di Kota Batu masih efisien dan layak untuk dikembangkan karena keuntungannya masih jaga dapat diperoleh.

Rantai pemasaran apel di Kota Batu termasuk sudah efisien karena sangat pendek dibandingkan dengan rantai pemasaran buah holtikultura pada umumnya. Petani umumnya menjual produknya kepada pedagangg lokal yang selanjunya dikirim ke distributor, kemudian dari distributor dikirim ke pengecer.

Agribisnis yang tangguh membutuhkan dukungan kelembagaan yang kuat yang memiliki dinamika selaras dengan perkembangan lingkungan, jumlah kelompok tani yang berkembang sangat menunjang tumbuhnya usahatani yang kuat. Hambatan dari petani itu sendiri yang umumnya memiliki karakter yang egois untuk berbagi pengetahuan tentang teknologi budidaya yang diterapkan sehngga kesadaran untuk berkelompok juga kurang.

Lemahnya kelembagaan di tingkat petani dapat mengakibatkan posisi tawar yang dimiliki petani juga lemah, misalnya dalam penentuan harga jual buah dan  akses permodalan. Pengembangan agribisnis apel juga perlu dilengkapi dengan sarana pendukung yang memadai seperti kios pemasok sarana produksi, jasa perbaikan alat dan mesin pertanian, saat ini ketersediaan sarana strategis tersebut di Kota Batu baik kualitas maupun kwantitasnya sudah cukup memadai untuk mendukung pengembangan agribisnis apel.

Akhir-akhir ini, fenomena alih fungsi lahan menjadi perumahan dan penjualan kebun untuk keperluan lain juga menjadi faktor semakin berkurangnya lahan yang masih produktif, pengembangan kawasan sentra produksi apel menjadi efisien apabila dikembangkan ke kawasan yang memiliki karakter yang sesuai dan mengarah pada tempat yang memiliki ketinggian diatas 1000 m dpl.

Inovasi Kebijakan Pemerintah

Bapak yang pernah belajar ilmu tanaman atau Crop Science di Wageningen Belanda ini menjelaskan,”revitalisasi apel bertujuan untuk menjadikan apel Batu kembali  menjadi ikon Kota Batu lagi, sedang luas lahan jelas menurun,”katanya.

Penetapan harga pokok apel di tingkat petani harus diupayakan, pemerintah dalam menetapkan harga pembelian terendah oleh pedagang harus mengacu pada harga pokok yang dikeluarkan oleh petani untuk menghasilkan buah tersebut. Nilai harga pembelian oleh pedagang minimal harus setara dengan harga pokok, tetapi sebaiknya lebih tinggi dari harga pokoknya agar petani tetap bergairah untuk memelihara dan mengembangkan  kebun apel, hal lain adalah pemberian subsidi pada ssaat harga panen di bawah harga pokoknya.

Masalah utama yang perlu ditangani kedepan adalah, penurunan mutu lahan, harga buah apel yang tidak menentu dan akses permodalan bagi petani kecil lebih sulit, serta peran kelembagaan petani belum maksimal.

Bapak yang mengelola TPQ (Taman Pendidikan Al Qur’an) dengan 9 orang guru dan 72 santri dan sebagai Ketua tim perancang revitalisati menyarankan agar ada koordinasi antara BAPEDA dan Dinas terkait agar program ini dapat di sinergikan dengan baik. (jal)

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait