Jumat, 19 April 2024

Jatim Pertahankan Sebagai Lumbung Pangan Nasional

Diunggah pada : 5 November 2018 17:25:58 63

Jatim Newsroom- Peringatan Hari Pangan Sedunia ke-38 Provinsi Jatim Tahun 2018 yang dipusatkan di Jatim Expo Surabaya, Senin (5/11), menjadi momentum Gubernur Jawa Timur Dr. H. Soekarwo memastikan ketahanan pangan di Jatim dalam posisi sangat baik. Soekarwo juga menyampaikan, bahwa Jatimmenjadi tulang punggung pangan nasional. Hal tersebut terlihat dari ketersediaan pangan seperti beras, jagung, dan ubi kayu dalam posisi surplus.

“Jatim masih menjadi tulang punggung ketahanan pangan nasional, dimana dari 17 persen saat ini naik menjadi 19,3 persen secara riil terhadap nasional. Jadi seperlima kekuatan ketahanan pangan nasional ada di Jatim,” kata Pakde Karwo, sapaan Gubernur Jatim saat peringatan Hari Pangan Sedunia ke-38 Provinsi Jatim Tahun 2018 di Jatim Expo Surabaya, Senin (5/11).

Dikatakannya, produksi padi di Jatim surplus 4,9 juta ton, jagung surplus 6,2 juta ton, ubi kayu surplus 2,9 juta ton, dan ubi jalar surplus 135 ribu ton. Untuk beras, konsumsi beras per kapita Jatim pada sensus 2016 lalu sebanyak 91,3 kg per kapita per tahun. Dengan jumlah penduduk sekitar 39 juta jiwa maka kebutuhan beras di Jatim sebanyak 3,6 juta ton beras setiap tahunnya.

“Untuk beras kita tidak hanya surplus tapi juga mampu memenuhi kebutuhan di 15 provinsi lain. Kita yang minus hanya kedelai dan bawang putih,” jelasnya.

Menurut Pakde Karwo, saat ini ada dua permasalahan dalam ketahanan pangan di Jatim. Pertama soal menyusutnya lahan pertanian. Rata-rata, penyusutan lahan tersebut mencapai 1.953 hektareper tahun. Lahan ini berubah menjadi perkantoran, perumahan, kawasan industri dan pariwisata. Untuk itu, Pakde Karwo meminta para ahli dari berbagai perguruan tinggi untuk melakukan riset dan pengembangan tentang peningkatan produksi dan produktifitas, seperti penemuan bibit unggul.

“Kami juga minta kepada bupati/walikota untuk mengecek kembali peraturan daerah tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Saat ini baru 22 kabupaten yang telah membuat LP2B,” jelasnya.

Pemprov Jatim juga melakukan peningkatan nilai tambah hasil panen melalui program hulu hilir agro maritim. Program ini terus dilakukan karena memberikan nilai tambah pada gabungan kelompok tani (Gapoktan), bukan di perusahaan besar. Apalagi sebagian besar UMKM Jatim berada di industri agro.

“Pilihan industri agro ini tepat karena bahan bakunya ada di sekitar kita, bukan impor, sehingga ekonomi Jatim stabil,” katanya.

Permasalan kedua adalah ketersediaan air. Dimana dari 55 milyar meter kubik air setiap tahun, yang bisa ditampung hanya 19,3 milyar meter kubik dan sisanya terbuang ke laut. Sedangkan yang diperlukan Jatim sebanyak 22,2 milyar meter kubik, sehingga minus 2,9 milyar meter kubik.

Terhadap masalah ini, Pakde Karwo meminta bupati/walikota serta kepala dinas di kab/kota se Jatim untuk melakukan efisiensi terhadap saluran air di pertanian. Termasuk warga yang tinggal di daerah sekitar Sungai Brantas.

“Bila mampu melakukan 10 persen efisiensi maka kita bisa mengurangi kekurangan ini,” katanya sembari menambahkan kalau Pemprov Jatim terus mendorong penyelesaian waduk di beberapa daerah seperti Ponorogo, Trenggalek dan Bojonegoro.(jal/UIN SA)

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait