Rabu, 24 April 2024

Jatim Berharap Permen LHK Tentang Hutan Sosial Dikaji Ulang

Diunggah pada : 18 Oktober 2017 15:15:35 5

Jatim Newsroom - Pemerintah Provinsi Jawa Timur meminta dan mengusulkan kepada pihak Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) agar permasalahan tentang  Hutan Sosial agar dikaji ulang. Hal ini disampaikan oleh Sekertaris Daerah (Sekda) Provinsi Jatim, Akhmad Sukardi ditemui usai menerima Kunjungan Komite I DPD RI di ruang Bhinaloka kantor Gubernur Jatim, Rabu (18/10).

"Saya mohon ada kaji ulang sewa lahan di hutan sosial disampaikan ke pak presiden, yang dimana sekarang mencapai 30 tahun, tapi setelah habis justru di jual orang lain. Saya harap sewa lahan sekarang seharusnya hanya 1 - 2 tahun kemudian kalau habis diperpanjang lagi,"ujarnya Sekdaprov Jatim, Sukardi.

Untuk masalah Hutan Sosial ini, pihak pemprov Jatim melalui Dinas Kehutanan juga mengirimkan surat ke Presiden melalui Menteri Sekertaris Negara (Mensesneg) agar mengkaji ulang tentang Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No P 39/MENLHK/Setjen/kum.1/16/2017 tentang perhutanan sosial, diwilayah kerja Perum Perhutani. "Untuk masalah tersebut pihak pemprov Jatim untuk segera dikaji ulang dan bahkan perlu menunda permen tersebut,"ujarnya.

Akhmad Sukardi yang juga meminta, kedepannya antara pihak Kementerian ATR dan LHK dalam menyusun atau membuat roadmap atau peta tentang Hutan di Indonesia harus sama dan sinkron, sehingga tidak terjadi klaim sepihak antara pihak ATR dan LHK.

Sementara itu Ketua Komite I DPD, Ahmad Muqowam mengatakan untuk masalah hutan sosial ini pihaknya akan menyampaikan ke pemerintah pusat agar hutan sosial didaerah bisa diselasaikan dengan baik.

Menurutnya, dalam konteks reforma agraria terutama legalisasi dan redistribusi lahan serta pelaksanaan program perhutanan sosial, aspek perencanaan merupakan bagian yang menentukan keberhasilan pelaksanaannya, karena di dalam perencanaan ini dirumuskan secara komprehensif data–data yang ada, kelembagaan, regulasi serta faktor pendukung lain.

Pemerintah saat ini sepertinya merumuskan perencanaan reforma agraria secara prematur. Penghambat implementasi kebijakan reforma agraria tidak diidentifikasi dengan jelas oleh pemerintah." Mengingat reforma agraria itu bukanlah kebijakan konvensional semata, maka dibutuhkan kemitraan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat sejak awal perencanaan," ujarnya.

Hal tersebut dapat terlihat dari capaian hasil reforma agraria yang dijalankan oleh pemerintah. Per akhir Agustus 2017 lalu Legalisasi Aset mencapai 2.889.993 Bidang, yaitu sama dengan 508.391,11 Ha terdiri dari 1.327.028 KK. Kemudian redistribusi asset mencapai 245.097 Bidang atau seluas 187.036 Ha yang diterima oleh 179.142 KK.

Dari skema perhutanan sosial, capaian realisasi perhutanan sosial sampai Agustus 2017 mencapai 1.053.477,50 Hektar yang telah diserahkan kepada 239.342 Kepala Keluarga dan 3.879 Unit dalam bentuk  Surat Keputusan berupa Ijin atau  hubungan  kerja  atau MoU (perjanjian kesepahaman) atau per kelompok. Ada 2460 Kelompok telah difasilitasi pengembangan usaha.

Oleh karena itu, dari pelaksanaan Kunjungan Kerja (Kunker) ini, Komite I DPD RI sangat mengharapkan adanya catatan – catatan penting dalam bentuk rekomendasi dan rencana tindak lanjut baik dari Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota, Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur, Kantor Pertanahan Kabupaten dan Kota se-Jawa Timur, serta para tokoh masyarakat.

"Sekalipun banyak tantangan dan hambatan pemerintah dalam menjalankan kebijakan reforma agraria khususnya terkait legalisasi aset dan perhutanan sosial, program ini harus terus diawasi sambil menantikan langkah konkret pemerintah menjawab tantangan dan menekan semua hambatan yang ada. DPD RI tentu saja akan mendorong kebijakan reformasi agraria ini tepat sasaran,"ujarnya. (Pca)

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait