Jumat, 19 April 2024

SUMBERDAYA PERIKANAN LAUT JAWA OVER FISHING

Diunggah pada : 7 Januari 2013 14:24:55 1188
thumb

Pemanfaatan sumberdaya perikanan laut di beberapa Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Laut Jawa, telah terjadi kelebihan penangkapan (over fishing). Sementara di perairan lainnya seperti Laut Cina Selatan, Arafura dan lain sebagainya, potensi ikannya belum dimanfaatkan secara optimal. Di sisi lain, potensi lestari sumberdaya perikanan tangkap laut Indonesia sekitar 6,5 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan mencapai 5,03 juta ton pada tahun 2011 (77,38 persen).
    Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, KKP, Indra Sakti, SE, MM, Senin (7/1) mengatakan, potensi perikanan budidaya payau (tambak) mencapai 2,96 juta hektare dan baru dimanfaatkan seluas 682.857 hektare (23,04%), serta potensi budidaya laut yang mencapai luasan 12,55 juta hektare dengan tingkat pemanfaatan yang relatif masih rendah, yaitu sekitar 117.649 hektare atau 0,94 persen.
    Potensi perikanan budidaya ini akan semakin besar, apabila dimasukan potensi budidaya air tawar seperti kolam 541.100 ha, budidaya diperairan umum 158.125 ha dan mina-padi 1,54 juta ha. Pemanfaatan potensi areal budidaya perikanan tersebut menghasilkan produksi ikan sebesar 6,28 juta ton pada tahun 2011. Apabila potensi lahan budidaya perikanan ini dapat dimanfaatkan secara optimal, maka peran produksi perikanan dalam pembangunan nasional untuk mensejahterakan masyarakat, akan menjadi semakin besar.
    Laporan Food Agricultural Organization (FAO) 2012, menyebutkan bahwa dalam lima tahun terakhir produksi ikan dunia dari kegiatan penangkapan di laut maupun diperairan umum cenderung stagnan, yaitu dari 90,0 juta ton pada tahun 2006 menjadi 90,4 juta ton pada tahun 2011. Sementara disisi lain, produksi ikan dari kegiatan budidaya mengalami peningkatan cukup pesat dari 47,3 juta ton menjadi 63,6 juta ton pada periode yang sama.
Produksi perikanan pada tahun 2011 tersebut, sekitar 84,94 persen dikonsumsi sebagai pangan dan sisanya untuk non-pangan. Dengan demikian, peran produk perikanan sebagai pangan sumber protein hewani menjadi sangat penting, mengingat sampai saat ini rata-rata konsumsi ikan penduduk dunia per kapita baru mencapai angka 18,80 kg/tahun.
Dikatakannya, pemerintah memacu produksi perikanan dengan konsep blue economy sebagai pengembangan usaha dan investasi komoditas hasil laut dengan konsep yang dapat dijadikan basis pengembangan usaha dan investasi diantaranya, ikan segar yang dapat menghasilkan berbagai produk dari ikan kaleng, beku, tepung ikan, minyak ikan, makanan ternak, kulit samak, gelatin, dan kerajinan.
Dari produk tersebut dapat dihasilkan produk turunan paling tidak enam jenis. Sedangkan untuk komoditas udang dapat menghasilkan beberapa produk, seperti daging udang dan limbah udang sebagai bahan baku. Limbah udang diproses menjadi khitin dan khitosan, sedangkan khitin menghasilkan berbagai produk seperti: bahan untuk fotografi, kertas, farmasi, kosmetik, pengolahan dan pengawetan kayu. Tak ketinggalan, komoditi rumput laut pun mampu menghasilkan agar-agar, karaginan, dan alginate. Dari ketiga produk tersebut dapat dihasilkan paling tidak 16 produk baru.
Adapun prinsip-prinsip pembangunan sektor kelautan dan perikanan dengan mengadopsi cara pandang blue economy menekankan kepada lima point penting. Kelima point penting tersebut yakni, pertama, terintegrasinya antara pusat-pusat ekonomi dengan lingkungan. Kedua, pengembangan kawasan ekonomi potensial dan lintas batas ekosistem berbasis kawasan. Ketiga, tercapainya sistem produksi efisien tanpa limbah dan tidak merusak lingkungan. Keempat, tumbuhnya penanaman modal dan bisnis kreatif dan inovatif yang mengadopsi model blue economy. Terakhir, terciptanya keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi, sumber daya alam d an pelestarian lingkungan.
Beberapa contoh penerapan konsep blue economy yang telah berhasil di sejumlah negara,, yakni berkembangnya usaha inovatif dan kreatif di bidang penangkapan ikan oleh masyarakat lokal yang mampu melipat-gandakan pendapatan nelayan hingga lima kali lipat. Sedangkan untuk teknologi yang dikembangkan, merupakan hasil adopsi teknik yang digunakan paus dan lumba-lumba dalam “menjaring” mangsa secara efektif dengan gelembung udara (bubble).
Selain itu, dikembangkan pula teknologi kapal nelayan yang bebas bahan bakar fossil, sumber energi di dapat dari penggunaan layar yang sekaligus berfungsi sebagai double-sided solar panel dan arus laut. Di sisi lain, terintegrasinya kegiatan usaha antara budidaya udang, benih udang, mangrove, makanan ternak, usaha peternakan, kotoran ternak, lalat, saliva, farmasi, dan rumput laut. Masing-masing dari produk tersebut mampu meningkatkan revenue secara signifikan sekaligus membuka kesempatan kerja masyarakat lokal. (jal)

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait