Sabtu, 20 April 2024

MASYARAKAT BERHAK MEMPEROLEH INFORMASI SECARA TRANSPARAN

Diunggah pada : 22 Desember 2010 15:04:17 48
thumb

Dengan diberlakukannya Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik pada Mei 2010 lalu, menjadikan masyarakat berhak memperoleh informasi secara transparan.
Demikian sambutan Walikota Surabaya, Ir Tri Rismamaharini MT yang dibacakan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Surabaya, IR Cholid Buhari pada Seminar Keterbukaan Informasi Publik (KIP) di Taman Apsari Surabaya, Rabu (22/12).
Menurutnya, UU ini menjamin masyarakat dapat secara bebas mengakses informasi publik yang diinginkan. Namun demikian, UU tersebut juga mengatur informasi publik yang dapat diakses dan yang tidak dapat diakses oleh masyarakat secara bebas.
Lembaga yang mengatur informasi publik tersebut adalah Badan Publik, yang mengatur informasi yang bersumber dari lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Bagaimana nantinya posisi hubungan timbal balik antara pemerintah, publik, dan informasi. “Dengan adanya keterbukaan ini, sudahkan instansi dan lembaga di Surabaya memahami KIP dan dampaknya bagi institusinya. Seminar ini akan mengupas dan memberi wawasan tentang KIP bagi instansi dan seluruh Camat,” katanya.
Menurut Risma, pelayanan prima merupakan salah satu Output dari sebuah Proses Good Governance. Di era reformasi, dan secara otomatis telah menjadi sebuah paradigma dan etos kerja aparatur pemerintah disemua lini, tak terkecuali para camat.
“Keterbukaan  informasi  publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik yang segala sesuatunya berakibat kepada kepentingan publik pula,” tutur Risma.
 Dan sebagaimana di informasikan, Bahwa Indonesia merupakan negara ke-76 yang mengadopsi dan meratifikasi prinsip-prinsip kebebasan informasi. Sesungguhnya hal ini merupakan salah satu indikator kemajuan dalam mendorong tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel.
”Sudah saatnya tradisi lama, yakni pejabat atau pegawai publik dianggap sebagai orang yang harus dilayani, diubah menjadi yang melayani masyarakat, ini untuk menciptakan good government,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakannya, dengan mengubah image dan mindset seperti itu, maka masyarakat sebagai subjek pembangunan, akan mudah mendapatkan keterbukaan informasi, termasuk soal APBD dan program-program pembangunan daerah, untuk menciptakan good government, tentunya tidak harus tergantung kepada pemerintah, karena untuk menciptakan itu ada tiga unsur di dalamnya, di antaranya State (pemerintah), Civil Society (masyarakat social) dan market (pelaku usaha).
Dengan cara ini, maka muara dari proses pembangunan kepemerintahan yang baik melalui paradigma keterbukaan informasi publik adalah terciptanya peningkatan kualitas pelayanan publik secara menyeluruh, dengan arus informasi yang lancar dan terbuka.
Ke depan diharapkan akan tercipta satu proses birokrasi yang berkualitas yang dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan kesenjangan peran antara organisasi pusat dengan organisasi-organisasi pelaksana yang ada di lapangan, melakukan efisiensi dan penghematan alokasi penggunaan keuangan, mengurangi jumlah staf/aparat yang berlebihan terutama pada level atas dan level menengah, dan mendekatkan birokrasi dengan masyarakat pelanggan.
Berdasarkan pemahaman tersebut, dalam konteks pelayanan publik, dapat digaris bawahi bahwa keberhasilan proses pelayanan sangat tergantung pada dua pihak, yaitu birokrasi (pelayan) dan masyarakat (yang dilayani).
“Dengan demikian, untuk melihat kualitas pelayanan publik perlu diperhatikan dan dikaji dua aspek pokok, yaitu pertama, aspek proses internal organisasi birokrasi (pelayan); kedua, aspek eksternal organisasi yakni kemanfaatan yang dirasakan oleh masyarakat pelanggan,” paparnya. (hjr)

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait