Selasa, 16 April 2024

AKIBAT BANJIR, 74,75 HA AREAL PADI DI MALANG PUSO

Diunggah pada : 4 Oktober 2010 14:37:50 13
thumb

Musim hujan yang terjadi sepanjang tahun di sebagian besar wilayah Jatim pada 2010, berdampak pada seringnya terjadi bencana banjir. Data Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Malang menyebutkan, hingga 20 September luas areal padi yang puso mencapai 74,75 ha.
    Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Malang, Ir. Purwanto, MM, Senin (4/10) mengatakan, pada musim tanam 2009/2010 bencana banjir terjadi di tiga kecamatan, meliputi Ampel Gading, Tirtoyudo, dan Sumbermanjing Wetan. Total luas area lahan pertanian yang terkena mencapai 83,5 ha, sedangkan yang puso atau gagal panen mencapai 74,75 ha.
    Dikatakannya, bencana banjir hingga periode tersebut terluas terjadi di Kecamatan Sumbermanjing Wetan dimana lahan yang terkena mencapai 41,5 ha dan yang puso 32,75 ha. Sementara di Kecamatan Ampel Gading luas areal pertanian yang terkena mencapai 40 ha dan yang puso 40 ha. Di Kecamatan Tirtoyudo lahan yang terkena hanya 2 ha dan puso juga 2 ha.
    Areal sawah yang puso, pemerintah menggantinya dengan memberikan bantuan benih secara gratis melalui cadangan benih nasional (CBN). Benih-benih tersebut sebelumnya telah dialokasikan pemerintah sebagai bentuk antisipasi jika terjadi bencana alam.
    Anomali cuaca kali ini tidak hanya menyebabkan produksi tanaman pangan turun, tetapi juga mengacaukan sektor pertanian. Pemerintah sejak awal sebetulnya memberikan peringatan kepada petani untuk waspada terhadap cuaca ini. Dalam kondisi normal, saat ini seharusnya baru memasuki masa tanam ketiga yang berarti masuk musim kemarau. Petani sebenarnya dianjurkan menanam palawija.
    Potensi ancaman puso masih berlangsung. Jika terus berlangsung, bisa merugikan petani karena harus mengeluarkan biaya operasional lagi. Sehingga total lahan pertanian yang mengalami puso luasnya bisa terus bertambah termasuk nilai kerugian.
    Tahun 2010, kondisi cuaca bisa menguntungkan dan bisa pula merugikan petani. Musim penghujan yang terus mengguyur wilayah di Jatim membuat tanaman rentan terserang hama. Penyimpangan iklim global terjadi akibat pengaruh fenomena cuaca global La Nina. Dengan adanya penyimpangan cuaca itu, musim kemarau diperkirakan berlangsung lebih pendek dan bersifat basah di Indonesia.
Musim kemarau yang biasanya berlangsung mulai April-September, data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, tahun ini hanya akan berlangsung selama dua bulan mulai akhir Juli hingga September. Memasuki Oktober musim penghujan kembali. (jal)

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait