Sabtu, 20 April 2024

LELANG GULA IMPOR, DEWAN MINTA PTPN TIDAK AMBIL UNTUNG BANYAK

Diunggah pada : 25 Februari 2010 9:32:38 2
thumb

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur meminta PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X dan XI agar tidak mengambil keuntungan terlalu tinggi atas lelang gula impor yang dilakukannya, sehingga harga gula dipasaran bisa di bawah Rp 10.000/kg.
    Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim, Anna Lutfie usai sidak di gudang PTPN X, Rabu (24/2) sore mengatakan, jika harga gula impor dilelang Rp 9.600/kg, PTPN X dan XI akan untung sekitar Rp 216 per kg. Untuk itu, pihaknya berharap BUMN selaku importir gula dapat menekan harga gula di pasaran dibawah Rp 10.000/kg.    
“Gula di pasaran sudah sangat tinggi, sedangkan lelang gula impor, kami nilai belum sepenuhnya dapat menekan harga gula. Untuk itu perlu langkah efisiensi, salah satunya agar biaya impor, dan keuntungannya PTPN sebisa mungkin ditekan,” ujarnya.
    Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim, Arief Hari Setiawan menjelaskan, harga dasar di pasaran harus dievaluasi kembali. Harga itu disesuaikan dengan tingkat daya beli masyarakat, sehingga tidak membebani masyarakat. Jika PTPN menetapkan harga Rp 9.600/kg, maka gula tidak dapat turun di bawah Rp 10.000/kg. Sebab, pedagang besar dan pedagang kecil belum mengambil untung dari harga dasar PTPN. "Kasihan masyarakat, terutama pengusaha makanan dan minuman yang menggunakan gula, dikhawatirkan rugi," ujarnya.
    Anggota Komisi B  DPRD Jatim, Ali Mudji menilai keuntungan Rp 216 per kg dianggap terlalu tinggi, sehingga akan membebani masyarakat. Komisi B meminta PTPN mengambil untung sekitar Rp 50-100/kg. Dengan adanya untung yang minim ini harga gula menjadi di bawah Rp 10.000/kg. Jika keuntungan yang diambil Rp 50/kg, maka total keuntungan ketiga BUMN itu sekitar Rp 8,87 miliar.
    Anggota Komisi B DPRD Jatim, Akhmad Nawardi menegaskan, kuota awal gula yang akan diimpor  di Jatim oleh tiga BUMN (PTPN X, PTPN XI, dan RNI)  sekitar 177.500 ton. Dengan rincian, PTPN X mengimpor 94.500 ton, PTPN XI 103.000 ton, dan RNI 80.000 ton. "PTPN X baru mengirim 10.000 ton, sedangkan PTPN XI akan mengirim 49.450 ton," ujarnya.
    Impor gula itu merupakan tahap awal dari total yang dikirim PTPN X ke Surabaya sekitar 35.500 ton, dan sisanya 25.500 ton diperkirakan sampai di Surabaya akhir Februari 2010. Pihaknya meminta agar gula ditahan di gudang, dan tidak distribusikan dulu. Sebab, stok gula masih di Jatim mencukupi untuk kebutuhan konsumsi sampai April dan Mei 2010 yang memasuki musim giling. Dengan begitu, produksi gula di Jatim pasca giling mampu mencukupi kebutuhan.
     Pihaknya khawatir, pasca musim giling, harga gula lokal justru anjlok, karena harga gula impor lebih murah. "Saat gula lokal di Jatim melimpah, malah harga gula lokal melonjak. Kasihan masyarakat, dan petani tebu karena dirugikan,"ujarnya.
Pemerintah pusat melakukan impor gula karena secara nasional stok gula sedikit, dan harga gula naik tinggi. Dengan impor tersebut pemerintah berharap agar harga gula turun di bawah Rp 12.000/kg.
    Menurutnya, jika PTPN mengambil untung Rp 216/kg dengan asumsi harga lelang Rp 9.600/kg, maka total keuntungan dua BUMN itu Rp 42,65 miliar. Di mana PTPN X untung sekitar Rp 20,41 miliar, PTPN XI untung Rp 22,24 miliar .
    Direktur Produksi PTPN X, Sutaryanto menjelaskan, impor dilakukan untuk menstabilkan stok gula, karena konsumsi masyarakat Jatim sekitar 44.000 ton/bulan. Gula akan dilelang sekitar 776 dolar AS per ton (satu dolarnya Rp 9.600). Jika ditotal dengan biaya impor, biaya bongkar muat harga lelang gula diperkirakan Rp 9.600/kg.
    Jika gula tetap ditahan di gudang oleh bea cukai karena belum adanya rekomendasi dari Gubernur Jatim, maka dikhawatirkan harga gula di pasaran akan melonjak. Ini mengingat konsumsi masyarakat tinggi, yakni 44.000 ton/bulan.
    Direktur Perencanaan dan Pengembangan PTPN XI, Suyitno menjelaskan, mengingat gula berasal dari Thailand, maka harga disesuaikan dengan harga di tingkat internasional. Harga itu akan ditambah biaya impor dan jasa bongkar muat.
    Untuk menstabilkan harga, pihaknya meminta Badan Urusan Logistik (Bulog) agar mengambil alih distribusinya. "Kalau dulu bulog membeli langsung gula dari pabrik, selanjutnya diatur distribusinya. Kalau sekarang tidak, gula dibeli oleh investor, dan didistribusikan kembali dengan harga tinggi," terangnya.

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait