Rabu, 24 April 2024

KURANGI GENANGAN AIR, BLH BOJONEGORO TUNTASKAN 270 BIOPORI

Diunggah pada : 3 Februari 2010 13:28:05 4
thumb

Untuk mengurangi genangan air, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Bojonegoro pada Februari akan menuntaskan pembuatan lubang serapan (Biopori) sebanyak 270 di 14 kecamatan. Diantaranya Kecamatan Sekar, Gondang, Temayang, Bubulan, Sugihwaras, Kedungadem, dan Kecamatan Sukosewu, Kepohbaru, Baureno, Dander, Ngasem, Tambakrejo, Margomulyo, Ngraho dan Kecamatan Ngambon.
“Biopori ini digunakan untuk mengurangi genangan air saat musim hujan, selain itu juga sebagai konservasi air tanah, di mana airnya dapat disimpan di dalam tanah dan nanti saat memasuki kemarau tidak kekurangan air,' kata Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bojonegoro, Bambang Suharno, Rabu (3/2).
Dia menambahkan, saat ini semakin banyak lahan yang kedap air atau tidak bisa ditembus air, akibat alih fungsi. Misalnya semakin banyak pemukiman baru, sehingga air hujan tidak langsung terserap ke dalam tanah, yang akhirnya mengakibatkan banjir.
Diarapkan dengan adanya lubang resapan biopori, bisa mengurangi genangan air dan membuat sampah organik serta konservasi air bawah tanah. Sebab, lubang resapan biopori itu terbuka dan air bisa masuk. ”Jadi bisa mencegah banjir, erosi, serta longsor, dan ini untuk meningkatkan cadangan air bersih serta menghasilkan kompos,” ujarnya.
Lebih lanjut Bambang mengatakan, sasaran untuk tahun ini di 56 desa yang tersebar di 14 kecamatan rawan air saat kemarau. Tetapi untuk jangka panjang, semua rumah diharapkan ada bioporinya, terlebih lagi ada sumur resapannya.
Jika tiap kecamatan ada lubang resapan, paling tidak harus ada 790 unit biopori tanah yang dibuat dengan alat sederhana yang sudah dimiliki BLH. Cara pembuatannya yakni  dengan membuat lubang kedalaman satu meter dengan diameter sekitar 20 sentimeter. Selanjutnya, lubang diisi dengan sampah organik. Gunaannya, setelah kurun waktu tiga bulan, sampah organik yang tertanam tersebut dapat diambil dan digunakan menjadi pupuk organik.
Sementara untuk idealnya setiap lahan 100 meter kubik bisa dibuat lubang resapan biopori sebanyak 30 titik dengan jarak antara 0,5-1 meter. Oleh karena itu, jika semakin banyak masyarakat yang mengerti pembuatan lubang resapan biopori, kemungkinan akan semakin banyak yang peduli untuk menyelamatkan lingkungan.
Dikatakannya, Pemkab Bojonegoro mengalokasikan dana sebesar Rp 250 juta untuk disebar kepada desa-desa yang ada di 16 kecamatan. "Bantuan tersebut diprioritaskan di daerah rawan kekeringan yang selama ini melanda saat musim kemarau,"  lanjutnya.
Tak hanya memberikan bantuan untuk sumur resapan, BLH juga sedang menggalakkan sosialisasi program biopori dilingkungan masyarakat.
Sementara Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bojonergoro untuk menanggulangi dan mengatasi masalah bencana alam, khususnya banjir telah menyiapkan beberapa program, diantaranya melaksanakan program menanam pohon pisang dan biopori.
Kepala Pelaksana BPBD Bojonegoro, Kasiyanto mengatakan, program menanm pohon pisang ini akan dilaksanakan di bantaran Sungai Bengawan Solo. Dengan program ini nantinya dapat membantu masyarakat di bantaran sungai untuk membuat alat transportasi ketika banjir datang.
Selain itu program ini memiliki nilai ekonomis lantaran hasilnya bisa dijual masyarakat untuk menambah pendapatan. “Peralatan yang kita miliki sekarang ini masih sangat terbatas sekali. Jadi dengan program pisangisasi gedeboknya nanti dapat dimanfaatkan untuk membuat getekan. Sedangkan dengan adanya program biopori ini, nantinya 70 persen air hujan dapat terserap dan 30 persennya terbuangatau mengalir. Sehingga bisa mencegah terjadinya banjir,” kata Kasiyanto.
 Menurutnya, sesuai dengan misi BPBD yakni melaksanakan pemberdayaan dan peran aktif masyarakat dalam penanganan bencana alam, pihaknya juga akan menerapkan pola penanganan dan penanggulangan bencana berbasis masyarakat (PBBM). Yakni dengan membentuk kelompok penanggulangan bencana masyarakat dimasing-masing desa yang rawan bencana. Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat lebih siap dan mandiri dalam menangani maupun menangulangi permasalahan saat bencana alam datang.
“Penanganan dan penanggulangan bencana alam ini bukan hanya tanggungjawab pemerintah, melainkan semua elemen masyarakat. Karena itu kita ingin melibatkan masyarakat secara langsung dalam penanganan dan penanggulangan bencana alam ini,” ujar Kasiyanto.
Sesuai hasil pengamatan dan pendataan BPBD, terdapat tujuh bencana di Bojonegoro yang perlu diwaspadai masyarakat. Yakni bencana banjir luapan Sungai Bengawan Solo dan banjir bandang, angin puting beliung (puyuh), tanah longsong, kebakaran, dan kegagalan industri.
Untuk bencana banjir Sungai Bengawan Solo, BPBD telah memetakannya, yakni 114 desa di 15 kecamatan, banjir bandang 79 desa di 18 kecamatan, kekeringan 64 desa di 15 kecamatan, putting beliung (angin puyuh) 19 desa di 13 kecamatan, tanah longsor 23 desa di 13 kecamatan, kebakaran 30 desa di 14 kecamatan, dan kegagalan industri ada 6 desa di 2 kecamatan, yang perlu diwaspadai yakni tiga desa berada disekitar Lapangan Sukowati dan tiga desa lainnya di sekitar Blok Cepu. (ern/s)

---------------------

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait