Jumat, 19 April 2024

KONSERVASI SUNGAI BRANTAS JADI TANGGUNG JAWAB BERSAMA

Diunggah pada : 1 November 2009 15:58:11 43
thumb

Kondisi Sungai Brantas yang kian mengalami degradasi kualitas lingkungan kini cukup memprihatinkan. Fakta menunjukkan di bagian tengah dan hilir sungai kini harus menanggung beban limbah cair sebesar 330 ton per hari. Untuk itu, upaya konservasi harusnya menjadi tanggung jawab bersama, baik pemerintah, industri, dan masyarakat. Kepala Badan Lingkungan Hidup Jatim, Ir Dewi J Putriatni saat kampanye Peduli Sungai Brantas di Taman Bungkul Surabaya, Minggu (1/11) menjelaskan, pencemaran dari limbah cair rata-rata dihasilkan oleh aktifitas masyarakat sepanjang DAS Barantas. Misalnya, dari limbah cair industri dan domestik pemukiman, rumah sakit, dan hotel. Ia menuturkan, untuk industri terdapat sekitar 483 industri yang mempunyai pengaruh secara langsung dengan kontribusi pencemaran sebesar 125 ton per hari. Atas pencemaran itu, mengakibatkan meningkatnya biaya operasional sekitar 25 persen bagi PDAM yang mengambil bahan baku air dari Brantas yang hasilnya menjadi konsumsi masyarakat. Fakta lain juga menguatkan dari sisi hulu sungai yang terdapat di Kab Malang dan Kota Batu. Sebagai sumber dari sungai, saat ini hutan di wilayah hulu telah gundul sehingga sumber airnya pun berkurang 50 persen. Bahkan saat kemarau, dari 109 mata air tinggal 57 mata air bahkan kondisi sumbernya pun mengalami penurunan produksi. Seperti diketahui, wilayah sungai Brantas mencakup sembilan kabupaten dan enam kota dengan jumlah penduduk 15,9 juta penduduk yang merupakan 43 persen jumlah penduduk Provinsi Jatim. Untuk potensi air yang dihasilkan sebesar 11,7 miliar m3/tahun dan memberikan kontribusi ekonomi bagi Jatim yang diantaranya untuk produksi beras dan pembangkit tenaga listrik. Namun, lahan kritis di kawasan hutan DAS Brantas, kini sekitar 925 hektare, sementara di luar kawasan hutan sekitar 1.899 hektare. Sedangkan lahan kritis di kawasan hutan Kabupaten Malang sekitar 10.473 hektare, dan di luar kawasan hutan 46.315 hektare. Dari hasil studi tahun 2003, dari tahun1980 terjadi peningkatan erosi 300 persen di hulu Brantas atau sebesar 2.268 ton per hektare/tahun. Ini menyebabkan pula terjadinya sedimentasi di Waduk Sengguro dan Sutami sebesar 5,4 juta meter kubik per tahun dalam kurun waktu tahun 1988-2003. Sehingga ini membuat daya tampung air semakin menurun. Selain itu, banyaknya kasus penambangan pasir di Brantas juga menjadi persoalan yang berdampak cukup serius. Penambangan menggunakan alat penyedot pasir bermesin diesel tetap marak di poros sungai yang melintasi Kediri, Jombang, Mojokerto dampaknya pun dapat dirasakan. Dari kerusakan tanggul, longsornya gronjong penahan tanggul, dan mengakibatkan penurunan dasar sungai sebesar empat meter. Perempuan yang akan sertijab sebagai Kepala Dinas ESDM Jatim Senin esok ini menambahkan, dengan memperhatikan kondisi Brantas dan mengingat nilai strategisnya bagi kelangsungan perekonomian Jatim, maka upaya konservasi pun bersifat mendesak. “Titik sentral untuk mewujudkannya adlaah melalui perubahan perilaku dari semua pihak dan harus selalu bergerak, tidak sporadis, serta dilaksanakan bersama,” tambahnya.

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait