Jumat, 29 Maret 2024

MANGROVE MAMPU KURANGI DAMPAK ABRASI LAUT DAN PEMANASAN GLOBAL

Diunggah pada : 14 Oktober 2009 14:51:03 294
thumb

Untuk mengurangi dampak abrasi laut di pesisir Jatim dan pemanasan global, perlu dilakukan penanaman mangrove atau bakau. Pasalnya, hutan mangrove yang banyak terdapat hampir di seluruh pantai di Jatim seluas 85.000 Ha atau 6,24 persen dari luas hutan di Jatim, 15 persennya atau sekitar 13.000 Ha dalam kondisi rusak.Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jatim, Ir Kardani di kantornya, Rabu (14/10) menjelaskan, kerusakan rata-rata terjadi akibat tekanan karena fungsi kepentingan wilayah pesisir yang menyebabkan terjadinya penebangan mangrove. Untuk itu, perlu kembali digalakkan penanaman mangrove.Ia menuturkan, ekosisitem mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang mempunyai peranan penting bagi kehidupan biota laut. Sehingga, kerusakan hutan mangrove tentunya sangat berdampak buruk bagi biota laut pesisir.Untuk itu, pihaknya bersama dengan Badan lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan, dan Dinas Pertanian Provinsi Jatim kini terus mengupayakan proses konservasi dan rehabilitasi ekosistem mangrove di pesisir Jatim. ”Upaya konservasi dan rehabilitasi telah dilakukan sejak lama, yakni pada 1997. Namun, dengan besarnya tingkat kerusakan, maka upaya tersebut perlu lebih ditingkatkan,” tuturnya.Selain itu, aspek penguatan kelembagaan juga perlu kiranya lebih ditingkatkan pula. Pasalnya, dengan kelembagaan yang kuat maka mampu menopang kebutuhan dan kepentingan dalam konservasi dan rehabilitasi, serta menyiapkan pola pemeiharaan ekosistem dalam jangka panjang.Dalam penentuan secara langsung di lapangan, pihaknya juga melakukan koordinasi dengan warga sekitar pesisir untuk bersama-sama menjaga lahan mangrove. Sebagai pola edukasinya, warga juga diberikan pembekalan mengenai proses sosialisasi konservasi dan rehabilitasi mangrove.Ia menuturkan, secara biologis mangrove tumbuh di pantai yang landai dengan kondisi tanah berlumpur atau berpasir. Mangrove tidak dapat tumbuh lebat pada pantai yang terjal dan berombak besar. Sehingga, pertumbuhannya rata-rata pada wilayah muara atau delta sungai yang membawa aliran sungai dengan kandungan lumpur dan pasir yang menjadi media utama pertumbuhannya.Pada sisi lain, sifat biologisnya yang tumbuh di kawasan peralihan antara daratan dan lautan tersebut menyebabkannya sangat rentan terhadap gangguan atau kerusakan. Gangguan dapat bersifat alami maupun buatan dari aktifitas manusia. Untuk proses kerusakan alami, rata-rata disebabkan karena abrasi pantai dan gelombang pasang besar, seperti tsunami dan angin topan. Sedangkan dari gangguan atas akibat dari aktifitas manusia lebih banyak diakibatkan oleh adanya penebangan kayu, reklamasi pantai untuk perluasan pemukiman, industri, bisnis dan perluasan tambak untuk budidaya tambak maupun produksi garam.Dari seluruh faktor kerusakan tersebut mampu menghilangkan ekosistem hutan mangrove yang selanjutnya dapat menghilangkan semua manfaat ekologis maupun ekonomisnya. Untuk itu, ia mengimbau pada seluruh masyarakat di sekitar pesisir untuk dapat bersama-sama menjaga kelestarian mangrove di Jatim. ”Dengan upaya konservasi dan rehabilitasi antara pemerintah, masyarakat, serta dunia industri, maka kerusakan tersebut dalam beberapa tahun ke depan pasti dapat berkurang,” katanya.Seperti diketahui, Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi kemarin, Selasa (13/10) juga telah melakukan pencanangan penanaman pohon mangrove (bakau) di Pamekasan. Adapun mangrove yang ditanam sebanyak 115 ribu pohon dari bantuan pemerintah pusat. Untuk lokasi penanaman dilakukan di dua lokasi, yakni di wilayah Kecamatan Tlanakan sebanyak 30 ribu pohon dan sisanya di wilayah Kecamatan Pademawu.Selain mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat, Pemkab Pamekasan juga mendapatkan bantuan pohon mangrove untuk areal seluas 10 hektare dari LSM Jepang, yang rencananya akan ditananam di Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu.

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait