Kamis, 25 April 2024

JATIM REHABILITASI LAHAN KEBUN MELALUI PENGEMBANGAN KOPI ROBUSTA

Diunggah pada : 6 Oktober 2009 13:35:37 280
thumb

Untuk meningkatkan minat petani kebun agar lebih memilih pengembangan tanaman komoditas kopi, Pemprov Jatim kini semakin gencar mengarahkan petani agar menanam komoditas kopi yang memiliki keuntungan maksimal. Adapun jenis komoditas yang kini dikonsentrasikan pemprov, yakni jenis Kopi Robusta.Kepala Bidang Tanaman Produksi Disbun Jatim, Ir Samsul Arifin di kantornya, Selasa (6/10) mengatakan, pengembangan komoditas tersebut diarahkan pada rehabilitasi dan intensifikasi kebun. Dalam kegiatan rehabilitasi, bahan entres untuk rehabilitasi menggunakan klon-klon unggul rekomendasi Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Departemen Pertanian, sedangkan untuk penanaman intensifikasi menggunakan bibit klon unggul ex sambung pucuk yang telah bersertifikasi.Dengan dua upaya tersebut, manfaatnya dapat mendorong pelaksanaan olah basah dan pengolahan kopi bubuk, selain itu petani lebih gampang diajak bergabung dalam Gapoktan atau gabungan kelompok tani yang manfaatnya mudah menjalin akses pasar dengan pabrik/eksportir.Sampai saat ini, di Jatim petani kopi umumnya masih sering menjual hasilnya dalam bentuk glondong basah atau ose. Sebagian besar mereka juga telah mengolah dengan sistem olah kering. Adanya dua hal tersebut karena sampai saat ini sarana pengolah kopi basah milik petani masih sangat kurang, selain itu mereka juga tidak terbiasa melakukan petik merah sehingga insentif harga olah basah di beberapa daerah tidak terlalu besar dan keuntungannya masih kurang dari yang diharapkan. Jika dipersentase, tujuan penjualan kopi di Jati 69% ke pedagang pengepul, 27% ke pedagang lokal dan 4 % langsung ke pabrik kopi. Dikatakannya, untuk meningkatkan produksi dan pengolahan hasil kopi agar petani memiliki keuntungan yang maksimal, Disbun kini makin gencar meminta ada petani agar tergabung dalam Gapoktan. Apabila mereka telah bergabung dalam setiap paguyuban yang ada diwilayahnya, mereka dapat melaksanakan pemasaran secara bersama baik dalam betuk kopi olahan maupun yang lainnya. ”Jika hal itu dapat dilakukan, petani kopi nantinya juga akan memiliki nilai tawar harga terhadap kebutuhan pasar,” ujarnya.Sampai saat ini, areal tanaman kopi mati/rusak mencapai 5.379 Ha atau 10,5 % dari sekitar 26 ribu ha lahan kopi di Jatim. Areal tanaman kopi yang menghasilkan sebagian besar umurnya sudah cukup tua kurang lebih 25 tahun. Umumnya, tanaman kopi di Jatim masih banyak dijumpai tanaman lancuran, bukan klon unggul, populasi tanaman tidak penuh, kebun kurang terpelihara dengan baik, pemanhgkasan belum semua baik, pemupukan sangat kurang, naungan tidak sesuai teknis (terlalu gelap atau kurang), serta sanitasi kebun kurang bersih. 400 Ha Direhabilitasi Tahun 2009, areal lahan kopi di Jatim yang direhabilitasi mencapai 400 ha. Dari luas lahan tersebut pemprov memberikan bibit bantuan sebanyak 40.000 batang beserta 5.200 kg pupuk majemuk. Di antara beberapa perkebunan yang direhabilitasi, meliputi Kabupaten Madiun 75 ha, Ponorogo 100 ha, Pacitan 150 ha dan Tulungagung 75 ha. Upaya rehabilitasi selalu rutin dilakukan dalam setiap tahunnya, tahun 2007 merupakan kegiatan rehabilitasi terluas yang mencapai 1.100 ha. Sentra pertanaman kopi pada perkebunan rakyat di Jatim seluas 6.866 Ha untuk jenis Kopi Arabika, meliputi Kabupaten Pasuruan 1.496 Ha, Probolinggo 1.210 Ha, Situbondo 686 Ha, dan sisanya menyebar di 9 kabupaten lainnya. Sedangkan 45.015 Ha untuk jenis Kopi Robusta yang terdapat di Kabupaten Malang 11.638 Ha, Jember 4.831 Ha, Lumajang 4.423 Ha, Bondowoso 4.145 Ha, Pasuruan 3.718 Ha, Blitar 3.458 Ha, Banyuwangi 3.255 Ha, Probolinggo 1.558 Ha, Pacitan 1.503 Ha, Kediri 1.383 Ha, Jombang 1.175 Ha, dan sisanya menyebar di 17 kabupaten/kota lainnya).Produksi kopi pada perkebunan rakyat sebesar 26.998,1 ton terdiri dari 1.870,5 ton Kopi Arabika dan 25.127,6 ton Kopi Robusta. Produktivitas Kopi Arabika 0,679 ton per Ha/tahun dan Kopi Robusta 0,797 ton ose/Ha/tahun. Kondisi tanaman kopi yang tua/rusak seluas 6.963 Ha, sedangkan tanaman belum menghasilkan seluas 10.620 Ha, dan tanaman menghasilkan seluas 34.298 Ha. Teknik budidaya tidak optimal, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) masih kurang, petani belum seluruhnya menggunakan klon-klon unggul anjuran.

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait