Kamis, 25 April 2024

TINGKATKAN PENGAWASAN INDUSTRI ROKOK LEWAT PEMBINAAN

Diunggah pada : 23 Juli 2009 14:09:12 11
thumb

Dalam rangka meningkatkan pengawasaan pada industri rokok, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jatim menggelar pembinaan melalui workshop pada pelaku industri rokok skala menengah dan besar di Jatim. Workshop dilakukan selama empat hari mulai Selasa-Jumat (21-24/7) di Arboretum, Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan BLH Jatim, Ir Drajat Irawan SE MT di kantornya, Kamis (23/7) menjelaskan, pembinaan itu diikuti oleh 60 pelaku industri rokok skala sedang dan besar di Jatim. Selain itu, workshop tersebut juga diikuti oleh perwakilan akademisi dari perguruan tinggi di Jatim.Ia menuturkan, selama empat hari, pembinaan dibagi mejadi dua sesi, yakni pada dua hari pertama diikuti oleh akademisi dan perokok, serta pada dua hari kedua diikuti oleh pelqaku industri rokok.Menurutnya, melalui workshop ini sangat diharapkan mampu memberikan pemahaman pada pelaku industri untuk lebih peduli pada lingkungan. Pasalanya, sejauh ini pihak industri masih jarang tersentuh oleh BLH dan Kementerian Lingkungan Hidup. Sehingga, kerap kali proses kontrol belum dapat berjalan dengan maksimal.Sedangkan pada akademisi dan perokok, diharapkan melalui workshop dan pembinaan ini mampu meningkatkan kepedulian terhadap bahaya rokok baik dari proses dampak penayangan iklan hingga penggunaan rokok secara aktif maupun pasif.[b]Permenkeu[/b]Selain itu, pembinaan ini merupakan bentuk aplikasi pada Permenkeu No 20 Tahun 2008 tentang Dana Alokasi Cukai Pada Industri Cukai dan Permenkeu No 104/PMK.03/2009 mengenai pembatasan pengeluaran yang dipotong pajak dari aktivitas pengeluaran iklan dan promosi oleh perusahaan rokok dan farmasi.Sebelumnya, Wakil Gubernur Jatim, Drs H Saifullah Yusuf saat menerima kunjungan kerja Komisi XI DPR RI di kantornya, Senin (13/7) juga sempat menjelaskan, dari peraturan yang telah dikeluarkan dikhawatirkannya mampu menggangu proses produksi rokok di Jatim. “Yang paling rawan yakni, jumlah pekerja di industri rokok di Jatim cukup besar, sehingga jangan sampai terjadi PHK atas keluarnya peraturan tersebut,” ungkapnya.Peraturan yang berlaku secara retroaktif sejak 1 Januari 2009 ini, menjelaskan tentang pembatasan pengeluaran iklan dan promosi dengan persuasi kepada konsumen untuk membeli produk baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu, pengeluaran dari penjualan produk/servis terhadap konsumen, termasuk kemasan, penyimpanan, keamanan dan asuransi, secara langsung maupun tidak langsung juga menjadi fokus atsa peraturan tersebut.Sementara itu, untuk perusahaan rokok, nilai maximum dibatasi hingga 1-3% penjualan kotor (gross) atau Rp 10-100 miliar per tahun, tergantung pada penjualan. Untuk farmasi, dibatasi hingga 2% penjualan, atau tidak lebih dari Rp 25 miliar per tahun.Seperti diketahui, cukai rokok saat ini menjadi pemasok utama devisa negara ini memang hendaknya juga dibahas mengenai pembagian hasilnya antara pusat dan daerah, terlebih Jatim adalah pemasok devisa terbesar dari cukai rokok.Sekadar mengingatkan, Departemen Keuangan menargetkan penerimaan cukai 2007 sebesar Rp 42 triliun, sedangkan Provinsi Jatim merupakan penghasil terbesar secara nasional yaitu 40% sekitar Rp 17 triliun dan pada 2008-2009 telah mencapai Rp 40 triliun.Dari data 2007, dua persen dari Rp 17 triliun sekitar Rp 340 milliar bisa didapat Jatim dari UU Cukai yang baru. Sebesar 30% atau Rp 102 milliar buat kas Pemprov. Lalu Rp 102 milliar lainnya di bagi-bagi buat daerah penghasil dan sisanya Rp 136 milliar dibagi rata ke daerah non penghasil rokok di Jatim.Selama ini, daerah atau kab/kota hanya menerima dari hasil cukai rokok tersebut sebesar 2 % dari hasil penjualan cukai yang ada. Di Jatim sendiri ada 3 kabupaten penghasil tembakau terbaik nasional, maupun mancanegara, misalnya Bojonegoro, Pamekasan, dan Jember serta didukung kab/kota penghasil tembakau lainnya.Oleh karena itu, menurutnya, memang sudah sepantasnya bahwa dengan otonomi daerah seharusnya dari pembagian tersebut haruslah seimbang, mengingat kebutuhan kabupaten dalam membangun infrastruktur yang baik untuk mempermudah para petani dalam meningkatkan hasil produksinya.

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait