Kamis, 25 April 2024

MUSIM KEMARAU DATANG LEBIH AWAL,PETANI TEMBAKAU TAK TERTARIK SEGERA TANAM

Diunggah pada : 16 April 2009 13:59:30 110
thumb

Mulai datangnya musim kemarau seiring dengan telah berkurangnya intensitas hujan yang turun disebagian besar wilayah di Jatim, ternyata tidak mempengaruhi minat petani tembakau untuk segera menanam komoditas tersebut lebih awal. Keengganan tersebut karena mereka telah memiliki hitungan khusus yang sulit diubah, meskipun dengan ramalan cuaca yang modern oleh Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sekalipun. Sekretaris Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jatim, Abdul Hafid Aziz di kantornya, Kamis (16/4) mengatakan, meski ramalan BMKG musim kemarau tahun ini datang lebih awal yakni bulan Mei, namun manyoritas petani masih baru akan menanam tembakau setelah bulan lima. “Kalaupun mereka menanam lebih cepat, mungkin perbedaannya hanya dalam hitungan hari, bukan mingguan jika dibandingkan tahun lalu,” katanya. Tidak adanya perubahan perilaku pola tanam tersebut, karena manyoritas petani tembakau adalah masih tradisional. Dimana mereka lebih mempercanyai acuan perhitungan nenek moyangnya yang telah diwariskan secara turun-menurun, dibandingkan ramalan-ramalan cuaca yang sering disampaikan oleh media masa. Saat ini, sebagian petani tembakau telah menebar bibit untuk persiapan musim tanam. Namun di Jatim belum ditemui satupun petani yang telah memberanikan diri menanam bibit tersebut pada lahannya. Alasannya, yakni dikhawatirkan setelah menanam bibit tersebut hujan turun. Akibatnya, tanaman belum besar, namun daunnya sudah berlubang dan rusak akibat air hujan yang turun diakhir musim kemarau. Tahun 2009 rencana permintaan atau kebutuhan tembakau oleh pabrik rokok (PR) besar di Jawa Timur dipastikan turun hingga 30% dibandingkan 2008. Tahun 2009, berdasarkan data kebutuhan tembakau oleh beberapa PR besar jumlah permintaannya hanya 51.005 ton atau 61.470 ha. Dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 76.045 ton atau 92.060 ha, jumlah tersebut relatif padahal pertahun rata-rata hasil produksinya berkisar 85.000-100.000 ton. Dibandingkan tahun 2008, total permintaan tembakau oleh gudang dan pabrik rokok (PR) 76.045 ton. Dari total kebutuhan itu, lahan yang dibutuhkan untuk pengembangan tanamannya hanya 92.061 ha. Tembakau-tembakau itu berjenis Voor Oogst atau yang tumbuh dan panen saat musim kemarau, sedangkan yang Naoogst atau yang panen saat musim penghujan total kebutuhannya sekitar 8.000 ton. Tembakau Naoogst hanya tumbuh di Kabupaten Jember. Permintaan tembakau ini adalah memenuhi kebutuhan luar negeri, seperti Brazil, Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa sebagai bahan rokok cerutu. Secara umum realisasi areal tembakau di Jatim selalu melebihi dari kebutuhan PR. Akibat menurunnya jumlah kebutuhan tersebut, pemerintah bersama APTI Jatim menyosialisasikan pada petani agar ledakan penanaman tembakau yang selalu terjadi dalam tiap tahunnya tidak kembali terjadi. Meski permintaan PR besar turun, namun pemerintah dan petani masih memiliki harapan agar harga jual tidak jatuh, yakni mengandalkan PR kecil yang hingga kini di Jatim jumlahnya mencapai 1.000 pabrik. Dari rata-rata produksi mencapai 85.000-100.000 ton, 25-30% nya biasanya terserap oleh PR kecil. ”Meski kadang-kadang terjadi ledakan produksi, namun keberadaan tembakau pada akhir musim panen selalu habis,” ujarnya. Rincian kebutuhan tembakau oleh PR besar, meliputi jenis Virginia 5.800 ton dengan proyeksi lahan 7.250 ha, Jawa 10.285 ton pada lahan 11.317 ha, Kasturi 4.700 pada lahan 3.917 ha, Madura 17.800 ton pada lahan 29.667 ha, Paiton 9.000 ton pada lahan 6.923 ha, White Burley 3.370 ton pada lahan 2.247 ha, Lumajang Voor Oogst 150 ton pada lahan 150 ha. Data APTI Jatim menyebutkan, kontribusi areal tembakau di Jatim terhadap nasional rata-rata 53% dari tahun 2001-2007. Nilai investasi petani tembakau di Jatim mencapai Rp 682 miliar dengan menyerap tenaga kerja sekitar 27.703.250 orang dengan kontribusi cukai rokok terhadap nasional sebesar 78%. Tahun 2007, jumlah pabrik rokok di Jatim sebanyak 1.367 unit dengan produksi 169 miliar batang per tahun.

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait