Jumat, 19 April 2024

Singo Kinunjoro, Reog Para Napi

Diunggah pada : 23 Mei 2016 10:37:15 10

Suasana di Rutan (Rumah Tahanan) Klas II B Ponorogo pagi itu, Rabucukup ramai. Banyak keluarga dari warga binaan rutan yang berkunjung. Para napi pun tampak sumringah saat bertemu keluarganya yang datang menjenguk dengan membawakan berbagai buah tangan.

Namun hal itu tak dialami oleh Marhaban. Pria yang menjadi warga binaan rutan itu sedang tidak mendapatkan kunjungan keluarga. Ia tampak asyik bergurau dan berdiskusi dengan rekan-rekannya yang tergabung dalam grup Reog Singo Kinunjoro.

Saat dikunjungi kru Potensi, Marhaban cukup santai dan menyempatkan diri diwawancarai terkait aktivitas Singo Kinunjoro. Berbeda dengan grup reog pada pada umumnya. Singo Kinunjoro merupakan grup yang berisikan para warga binaan rutan.

“Anggota kami ada 50 orang. Semua ini tahanan yang ada di Rutan Ponorogo. Kami berlatih rutin seminggu dua kali setiap hari Senin dan Sabtu. Pelatih yang didatangkan di rutan dua orang,satu laki-laki dan satu perempuan. Tapi setiap hari secara personal tiap anggota berlatih sendiri-sendiri,” kata pria yang dipanggil Pak Lurah itu.

Penamaan Singo Kinunjoro pun memiliki makna cukup unik. Singo berarti singa atau macan dan Kinunjoro berarti berada di dalam penjara. “Nama Singo Kinunjoro ini diusulkan oleh salah satu petugas rutan dan kami para warga binaan setuju. Yaa,kami ini ibarat macan yang berada di dalam penjara,” tuturnya sembari tertawa.

Menurutdia, berlatih reog menjadi upaya para tahanan di rutan untuk tetap bisa berkarya di balik jeruji besi. “Walaupun kami di dalam tahanan, kami cukup senang karena masih bisa belajar kesenian tradisional. Belum tentu masyarakat yang berada di luar rutan mau belajar reog. Tapi kami para napi yang didominasi warga asli Ponorogo ini dengan senang hati belajar reog,” ujarnya.

 

Pertunjukan

Singo Kinunjoro dibentuk tiga bulan yang lalu, sekitar Februari 2016. Walau terbilang masih cukup baru, grup reog ini sudah mulai tampil di berbagai acara. Grup yang dibentuk oleh Kepala Rutan Klas II B Ponorogo, Hendro Susilo Nugroho sejauh ini telah tampil mengisi tiga kegiatan.

“Pertama kami tampil saat pembukaan kantor Bank BNI di Ponorogo, kedua saat pembukaan Kantor Imigrasi di Ponorogo, dan ketiga saat peringatan Hari Bhakti Pemasyarakatan ke-52 di Lapas Klas I Malang, Rabu (27/4),” kata Hendro.

Untuk tampil di luar Rutan, kata dia, bukan menjadi hal yang mudah. “Kami harus minta izin Kanwil Kemenkumham Jatim di Surabaya. Setelah disetujui para warga binaan yang menjadi anggota Reog Singo Kinunjoro ini bisa keluar rutan dengan pengawalan petugas,” jelas pria yang menjabat Karutan Ponorogo sejak November 2015.

Yang menarik, ujar Hendro, saat tampil di Malang. Sebanyak 50 warga binaannya itu diboyong dalam satu bus dengan dikawal 10 petugas plus mobil pengawalan. Usai menempuh perjalanan sekitar lima jam dari Ponorogo ke Malang, Singo Kinunjoro sukses unjuk kebolehan.

Marhaban selaku Ketua Grup Reog Singo Kinunjoro mengakui kebanggaan dan kebahagiaan yang dirasakan saat tampil di Malang. “Walaupun kami tahanan tapi masih bisa menampilkan karya pertunjukan yang diapresiasi oleh para pejabat yang hadir,” tuturnya.

Saat di Malang, Singo Kinunjoro menampilkan Reog di depan Kepala Lapas dan Rutan se-Jawa Timur dan Kepala Kanwil Kemenkumham Jatim, Budi Sulaksana serta beberapa pejabat sejumlah instansi lain di Malang. Pertunjukan yang ditampilkan Singo Kinunjoro yakni mengisahkan sejarah dan awal mula Reog Ponorogo.

 

Regenarasi

Narapidana di Rutan Klas II B Ponorogo paling lama tinggal menjadi warga binaan paling lama tujuh tahun. Namun ada pula yang hanya menjalani masa tahanan satu hingga dua tahun. Untuk itu, proses belajar dan berlatih bagi anggota Singo Kinunjoro juga tak mudah.

“Selalu ada yang keluar dan ada juga yang masuk rutan. Dari 50 anggota grup kami, beberapa waktu lalu ada yang bebas delapan orang. Jadi harus ada anggota baru yang bergabung dan itu diisi warga binaan yang baru masuk,” kata Marhaban.

Bahkan, diperkirakan awal tahun 2017 mendatang ia juga telah selesai menjalani masa tahanan. Jika tak ada halangan dan mendapatkan remisi, Marhaban bisa bebas lebih awal. Kendati personil grup berkurang, namun berusaha menggandeng napi baru untuk bergabung berlatih reog.

Hendro menilai proses regenarasi dalam grup Singo Kinunjoro harus terus berjalan. “Kami dengan senang hati menerima anggota Singo Kinunjoro yang telah bebas untuk bisa tetap berlatih dan bergabung dengan rekan-rekannya yang masih berada di rutan,” katanya.

Hal itu diamini Marhaban. “Kalaupun saya sudah bebas, saya tidak akan keberatan untuk sering-sering datang ke rutan untuk berlatih bersama dengan teman-teman. Ini bentuk tanggung jawab moral karena kegiatan berlatih reog sangat positif dalam melestarikan budaya Ponorogo,” katanya.

“Semangat berlatihnya akan berbeda jika mengikuti grup reog umum yang banyak di luar rutan. Ini merupakan satu-satunya grup reog di dunia yang beranggotakan narapidana dan hanya ada di Ponorogo,” ungkapnya.

 “Mereka yang ikut reog ini tidak ada yang dibayar. Ketka tampil di luar rutan saya berikan pengertian. Jangan berharap imbalan berupa uang atau apapun. Anggaplah pertunjukan di luar ini sebagai bentuk rekreasi supaya tidak jenuh di dalam tahanan,” kata Hendro.

“Kami belum punyaperalatan. Semua masih sewa termasuk kostum, hingga peralatan musik. Setiap tampil sewanya sekitar Rp 4 juta,” ujarnya dibenarkan Marhaban. “Kami berharap bisa punya peralatan sendiri. Ya kalau bisa disumbang Pak Bupati (Bupati Ponorogo, Ipong Muchlissoni) pernah lihat penampilan kami atau siapapun yang berkenan membantu,” (afr)

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait