Belum genap hingga Desember, dampak MEA sudah mulai terasa di Provinsi Jawa Timur dengan masuknya 12.000 tenaga kerja asing. Ini merupakan konsekuensi kesepakatan sepuluh negara di kawasan Asia Tenggara memberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 1 Januari 2016. Arus barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja terampil bebas masuk.
Belasan ribu pekerja asing yang mulai berdatangan ke Jatim mayoritas berasal dari Filipina, Kamboja, dan Vietnam. Sektor keterampilan mereka industri, teknologi menengah, perawat, sopir sekaligus mekanik. Penguasaan bahasa mereka tergolong baik karena sekolah sudah mengajarkan Bahasa Indonesia.
Keterampilan menjadi kebutuhan primer untuk menjadi pemeran utama di era MEA. Tiap negara sudah berupaya mencetak tenaga kerja terampil agar bisa diterima di negara tujuan. Jawa Timur berkomitmen menambah jumlah tenaga terampil melalui pendidikan vokasional.
Gubernur Jawa Timur, Soekarwo mengatakan, upaya sistemik dan penguatan program vokasional untuk memperbaiki kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi langkah strategis. Masalahnya, tenaga kerja lulusan sekolah dasar (SD) mencapai 48 persen. Target 70 persen SMK dan 30 persen SMA diharapkan dapat menjawab permintaan tenaga kerja terampil dari sejumlah negara.
“Kita targetkan pada 2018 perbandingannya sudah 70 persen sekolah vokasi dan 30 persen sekolah umum. Inilah yang harus kita siapkan, sekaligus melihat kebutuhan pasar,” tutur Pakde Karwo ditemui majalah Potensi usai membuka Pekan Budaya Indonesia (PBI) 2016 di Pendopo Kabupaten Malang, Jumat.
Sejauh ini, sambung Pakde, sudah ada 2.600 sekolah vokasi di Jatim atau masih sekitar 65 persen sementara pendidikan umum 35 persen. Dari 2.600 sekolah vokasi, baru 1.100 sekolah yang sudah terakreditasi, sisanya 1500 masih terus didorong untuk mencapai standar akreditasi.
Sekolah yang belum terakreditasi, kata Pakde, harus dibantu peralatan pendidikan yang dibutuhkan. Salah satu yang paling banyak dicari adalah jurusan perikanan dan perawat. “Ada sekolah vokasi perikanan di Puger, Jember yang selalu habis lulusannya diserap dunia industri,” ucapnya.
Hingga saat ini diakui Indonesia khususnya Jatim masih kekurangan tenaga kerja terampil. Ia mencontohkan banyaknya tenaga kesehatan yang akhirnya tidak mampu bersaing karena keterbatasan pengetahuan untuk mengoperasikan teknologi medis yang canggih. “Amerika Serikat itu kekurangan 2.500 perawat. Sebanyak 150 perawat permintaan dari Australia tidak bisa kita penuhi, karena harus bisa mengoperasikan peralatan medis,” ungkapnya.
Fokus
Upaya konkret Pemprov Jatim melahirkan tenaga kerja profesional dan siap kerja ditunjukkan dalam wujud kebijakan. Di antaranya, pertama melakukan moratorium atau penghentian sementara pendirian SMA. Hal ini untuk memenuhi target rasio jumlah SMK - SMA yaitu 70:30 hingga target itu terpenuhi tanpa ada batas waktu berakhir.
Kepala Dinas Pendidikan (Dindik Jatim), Saiful Rahman meyakini pendidikan vokasi dapat memangkas pengangguran karena anak didik telah dibekali dengan keterampilan dan keahlian. Ilmu terapan dan teknis mampu mengantarkan siswa pada kemandirian ekonomi. “Kami fokus dan serius mendorong SMK melahirkan tenaga kerja berkualitas yang diakui oleh dunia industri,” ungkapnya.
Kedua, peningkatan kualitas guru dan siswa SMK melalui penerapan Pendidikan Sistem Ganda dan Teaching Factory untuk mengikat kalangan industri. Para guru di SMK dapat menerima pengalaman langsung dari industri untuk diaplikasikan di sekolah. “Kurikulumnya linier dan sinkron dengan industri. Nantinya trainer dari industri dapat berbagi ilmu dan pengalaman dengan guru dan siswa SMK,” jelasnya.
Tujuannya, untuk meningkatkan kualitas SMK, baik pengetahuan, keterampilan maupun etos kerja yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja, sehingga siap masuk ke pasaran kerja . Diharapkan ada kesesuaian antara mutu dan kemampuan yang dimiliki lulusan dengan tuntutan dunia kerja.
Sementara Program Teaching Factory merupakan perpaduan pembelajaran Competency Based Training (CBT) dengan Production Based Training (PBT). Proses pembelajaran yang menekankan pada keahlian atau keterampilan (life skill) dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan tuntutan pasar/ konsumen.
Terkait anggapan negatif SMK di masyarakat, ia menegaskan hal itu tidak terbukti di lapangan. Menurut Saiful, kesadaran masyarakat menyekolahkan anaknya ke SMK justru semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jika dulu SMK mayoritas diisi siswa, saat ini siswi sudah banyak yang melanjutkan ke SMK.
“Bahkan untuk SMK dengan konsentrasi teknologi rasio siswa dan siswi sudah mencapai 50 : 50. Kami buktikan
Pendidikan Sistem Ganda berusaha mengintegrasikan kepentingan dunia pendidikan dengan dunia industri. dengan prestasi dan kualitas lulusan yang mumpuni,” katanya.
Kualitas SMK di Jatim, kata Saiful, tidak perlu diragukan lagi. Saat Lomba Kompetensi Siswa (LKS) SMK tingkat ke-24 Nasional di Malang beberapa bulan lalu,Jawa Timur dinobatkan sebagai juara umum. Jatim meraih predikat juara umum setelah berhasil mengumpulkan 9 emas, 10 perak dan 11 perunggu.
Jatim juga memperoleh medali juara di kategori harapan 1 dan 2 dengan total poin 192. Perolehan ini mengalahkan favorit provinsi lain yang dinilai cukup kuat, yakni Provinsi Jawa Tengah, DKI Jakarta, DI Jogjakarta, dan Jawa Barat. “LKS merupakan refleksi pembelajaran, khususnya untuk mengukur kompetensi siswa. Kita buktikan Jatim paling siap,” tambahnya.
Ia kemudian mencontohkan beberapa SMK yang layak menjadi percontohan karena telah sukses mengantarkan lulusannya langsung diterima bekerja di dunia industri seperti SMKN 4 Malang bidang grafika, multimedia, animasi, Rekayasa Perangkat Lunak (RPL) dan perangkat keras komputer dan jaringan. Selain itu, ada pula SMKN 1 Surabaya bidang bisnis manajemen, teknologi informasi dan perhotelan.
“Bahkan SMK Perikanan dan Kelautan Jember sebelum lulus para siswanya sudah dipesan oleh perusahan-perusahaan luar negeri,” ujarnya.
Kepala Bidang Pendidikan Menengah Kejuruan Dindik Jatim, Hudiyono mengatakan, SMK di Jatim saat ini memiliki 3.400 paket keahlian. Dari jumlah itu sekitar 1.400 paket keahlian sudah terakreditasi A. Peningkatan mutu di SMK didukung oleh sekitar 71 ribu guru produktif namun jumlah ini masih kurang.
Ia mengungkapkan, untuk menutupi kekurangan guru produktif, tidak sedikit SMK yang menggunakan tenaga dari kalangan industri. Hal tersebut membuat biaya operasional SMK semakin besar. Pihaknya mendukung penuh langkah pemerintah mendorong guru normatif menjadi guru produktif. Diharapkan langkah itu dapat menutupi kekurangan guru produktif untuk mengisi 3.400 paket keahlian. (luk)
Tidak ada berita terkait