Jumat, 29 Maret 2024

Dinkes Siapkan Generasi Muda Mandiri

Diunggah pada : 14 Juni 2009 11:07:05 29

Anak sebagai generasi penerus bangsa, menjadi perhatian pemerintah untuk menjadikan generasi muda yang mandiri. Hari anak yang selalu diperingati tanggal 23 Juli dijadikan momentum bagi anak untuk percaya diri.“Mencetak generasi muda yang sehat dan berkualitas, harus melalui proses panjang dan melalui berbagai aspek. Oleh karena itu Dinas Kesehatan Jatim menetapkan standar generasi muda mandiri, yakni dengan memberlakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS),” kata Kepala Dinas Kesehatan Jatim, Dr Pawik Supriadi SpJk. Dijelaskan, PHBS harus dilakukan sejak anak-anak, mulai usia bayi, balita, usia sekolah, dan remaja (usia sepuluh sampai 20 tahun). Saat masih bayi dan balita, ibu bertugas mengontrol perkembangan anak dan mengerti akan PHBS. Ketika anak duduk di Taman Kanak-Kanak (TK), orang tua mulai memperkenalkan kepada anak tentang dirinya. ”Sejak usia TK, masalah gender sudah diperkenalkan, artinya mereka harus mengerti perbedaan antara perempuan dan laki-laki,” katanya Dinas Kesehatan mempersiapkan generasi muda sejak usia dini dengan deteksi tumbuh kembang anak. Agar anak tumbuh sehat, pemerintah telah menyediakan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) sebagai pedoman ibu. Selain petugas, ibu juga harus tahu lebih dini kelainan anaknya. Misalnya, anak mengalami keterlambatan dalam perkembangannya. Anak balita lain sudah bisa melempar bola, tetapi anaknya belum bisa, hal ini segera diperiksakan ke Poli tumbuh kembang anak. Itulah deteksi dini tumbuh kembang anak.Terbentuknya generasi muda berkualitas merupakan proses dari bayi yang sehat, bukan bayi yang kurang gizi. Kriterianya dinilai dari beberapa aspek, seperti menjalani imunisasi lengkap, makan cukup serta berat badan bertambah sesuai umur. Saat menginjak usia sekolah, otaknya bekerja optimal, cerdas, karena cukup asupan gizi dan pengetahuan.PIN (Pekan Imunisasi Nasional) bertujuan mengantisipasi anak-anak yang tidak datang ke posyandu. “Belum tentu semua ibu membawa anaknya ke posyandu. Namun dengan PIN semua balita akan mendapatkan imunisasi,” katanya. Itulah perbedaan PIN dengan Posyandu. Petugas PIN mendatangi rumah bila anak tidak diperiksakan. Dalam posyandu tergantung kesadaran ibunya. PIN dilakukan setiap bulan, kegiatannya penimbangan balita dan imunisasi. PIN menyediakan semua imunisasi, di antaranya DPT, polio, BCG dan campak.Implementasi PHBS untuk anak usia sekolah berupa penyediaan Unit Kesehatan Sekolah (UKS) di setiap sekolah. Fasilitas ini diharapkan mampu mengajarkan perilaku hidup sehat untuk diri sendiri maupun orang lain. Kesehatan ReproduksiSasaran PHBS berikutnya usia remaja dengan berbagai pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Remaja sudah saatnya kenal dengan organ reproduksi dan pertumbuhannya, apa yang harus dijaga, dan pembatasan diri setelah mengalami masa menstruasi agar tidak terjadi penyimpangan, misalnya hamil di luar nikah.Dalam layanan khusus remaja diharapkan petugas kesehatan memahami jiwa remaja. Bentuk pelayanannya tidak hanya mengobati, namun menjaga anak agar tidak sakit dan mampu mengatasi masalah kepribadiannya. Sebagai contoh, remaja hamil di luar nikah hendaknya diberikan layanan yang bersifat privasi dengan bimbingan konseling. Tempatnya di puskesmas atau tempat yang dipandang nyaman. Penyimpangan pada remaja terjadi karena berbagai sebab, di antaranya faktor anak, pengetahuan dari keluarga maupun pengaruh dari teman. Namun faktor mendasar yang sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian remaja berasal dari keluarga itu sendiri. “Yang lebih penting orangtua harus memahami anaknya,” tuturnya. Dikatakan Pawik, anak bukan sekadar miniatur orang tua, mereka ingin dihargai keberadaannya sebagai manusia. Ketika orang tua tidak memahami, ia akan mencari kesenangan di luar. Salah satunya, mencari seseorang yang memiliki kesamaan dengan dirinya, yakni teman seusia. “Jika temannya baik, ia akan ikut baik, dan sebaliknya,” ujarnya.Untuk menanggulangi hal itu, orang tua harus lebih memahami perilaku dan kebutuhan anaknya. Orang tua harus mampu memberi penjelasan saat anak bertanya tentang perubahannya. “Ketika anak sudah mentruasi dan mendekati lawan jenis, orang tua harus bisa memberitahu baik buruknya,” ungkapnya.Selain itu, orang tua harus menjelaskan dampak lain setelah kehamilan. Penjelasan disampaikan agar anak paham akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya. Yang sering terjadi pada remaja adalah ketidaktahuan tentang perubahan biologisnya. Saat remaja hamil dan mentalnya tidak siap apalagi orang tua tidak menerima, ia akan mengambil keputusan yang belum tentu baik. ”Bila di saat remaja mereka sudah mengetahui baik buruknya perkembangan tubuh, reproduksi dan pengetahuan tentang narkoba dan HIV, nantinya akan menjadi bekal sebagai generasi yang benar-benar kuat,” tegasnya Buku KIA Dinas Kesehatan Jatim menyusun buku tentang layanan kesehatan anak. Semua pencatatan yang ada di buku KIA ketika masih bayi akan dipindahkan ke kesehatan anak remaja awal waktu di SD. “Saat mendapat imunisasi di sekolah, juga akan tercatat di dalam buku tersebut. Buku itu memuat informasi anak dan orang tua yang berlaku sampai kelas enam SD,” jelasnya. Memasuki usia SMP dan SMA anak mendapatkan buku lanjutan yang berisi pengetahuan tentang HIV, narkoba dan reproduksi. Buku Kesehatan anak remaja awal (Kara) diharapkan menjadi pengetahuan bagi generasi muda tentang kesehatan reproduksi, narkoba, HIV hingga rokok.

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait